Berikut petikan lengkap ceramah Ust. Abu Bakar
Ba'asyir pada acara tersebut.
Bismillah ... assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Innal hamdalillah nahmaduhu wanasta'iinuhu wa
nastaghfiruhu wana'udzubillah min syuruuri anfusina wa min sayyi-aati a'maalina,
man yahdihillahu falaa mudhilla lah, waman yudlilhu falaa haadiya lah, asyhadu
an laailaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan abduhu warasuuluhu.
Selanjutnya QS Ali Imran ayat 102.
Selanjutnya QS An-Nisa' ayat 1.
Selanjutnya QS Al-Ahzab ayat 70.
Amma ba'du, fainna ashadaqal hadits kitabullah, wa khairal hadyi hadyu muhammadin shalallahu 'alaihi wasallam, wa syarral umuuri muhdatsaatuha, wakulla muhdatsatin bid'ah, wakulla bid'atin dhalaalah, wakullah dhalaatin fin naar. Rabbisy rahlii shadri wa yassirli amri wahlul ‘uqdatan min lisaani, yafqahu qauli, amiin ya rabbal 'aalamin.
Yang saya hormati para tokoh umat Islam, khususnya
tokoh-tokoh yang tumbuh di tempat perjuangan ini. Dan, khususnya yang terhormat
Abdul Qadir Jailani, yang saya kenal sejak kecil. Yang saya hormati para
pejabat pemerintah, baik sipil maupun militer. Yang saya hormati dan saya
sayangi kaum Muslimin dan Muslimat rahimakumullah.
Marilah kita panjatkan syukur kehadirat Allah SWT
karena berkat izin dan rahmat-Nya, siang hari ini kita diberi kemauan, diberi
kesempatan, diberi kesehatan untuk datang ke masjid ini, masjid yang sangat
bersejarah di dalam menegakkan Islam ini. Pertemuan kita ini bukan karena
kampanye pemilu atau pilkada, tapi pertemuan kita ini insya Allah pertemuan
yang mulia di dalam rangka majelis ilmu: tabligh akbar untuk majelis ilmu.
Dalam rangka majelis ilmu, yaitu kita akan mempelajari nikmat Allah yang paling
tinggi nilainya dan paling penting fungsinya dalam hidup ini, yaitu nikmat
dinul Islam.
Sebenarnya kalau tidak ada Islam, tidak ada artinya
hidup. Tanpa Islam hidup itu kosong, tidak ada artinya. Oleh karena itu, Islam
adalah merupakan kebutuhan paling pokok umat manusia, kebutuhan paling pokok
yang dibutuhkan oleh nurani manusia, baik yang Muslim maupun yang kafir. Hanya,
yang kafir tidak mendapat petunjuk. Maka, kita sebagai orang Islam harus
menyadari bahwa pada diri kita ini ada nikmat yang paling penting di dunia ini,
lebih penting dari dunia seisinya, bahkan lebih penting dari nyawa kita, yaitu nikmat
dinul Islam. Kalau suruh memilih: kehilangan Islam atau kehilangan nyawa? Kita
lebih baik kalau seruh milih nih, lebih baik kehilangna nyawa. Untuk apa hidup
tanpa Islam, untuk apa? Lebih baik tidak hidup, kehilangan nyawa.
Yang saya butuhkan dalam hidup ini "Islam",
baru yang lain-lain. Sebab, tanpa Islam, manusia itu binatang. Lho ... kok,
kasar betul Ustadz? Ya memang Allah bilang begitu: tanpa Islam manusia itu
binatang, bukan manusia. Inna syarrad dawaabbi 'indallahil-ladziina kafaruu
wahum laa yu'minun. Sesungguhnya sejelek-jelek binatang melata di bumi itu
menurut pandangan Allah orang kafir yang tidak mau beriman. Mau ditafsirkan
apa, sudah jelas ayatnya, tidak perlu ditafsirkan ngalor ngidul (ke
utara ke selatan). Anak SD juga bisa. Menurut pandangan Allah, binatang melata
yang paling jelek di bumi itu orang kafir, yang tidak mau beriman. Innal
ladziina kafaruu min ahlil kitab wal musyirkiiina fi naari jahannam khaalidiina
fiiha ulaa-ika hum syarrul bariyyah. Sesungguhnya orang kafir, baik
ahli kitab maupun orang musyrik, tempatnya di neraka jahannam selama-lamanya.
Mengapa kok begitu keras hukuman Allah. Karena apa? Ulaaika
hum syarrulbariyyah, sebab mereka itu sejelek-jelek penghuni daratan.
Sejelek-jelek makhluk daratan ya orang kafir. Jadi, kalau orang itu hidup tanpa
Islam, nggak ada gunanya hidup, binatang semua itu. Lho ... mengapa orang
kafir, dan banyak lagi ayat yang lain, orang kafir kok dihinakan Allah seperti
itu, mengapa? Karena, programnya orang kafir itu merusak. Tidak ada orang kafir
memperbaiki, itu tidak ada, yang ada merusak. Alladziina yufsiduuna fil
ardhi walaa yushlihuun (Asy Syu'ara: 152). Mereka itu merusak dan sama
sekali tidak memperbaiki.
Wa idzaaqiila lahum laa tufsiduu fil ardhi qaalu
innamaa nahnu muslihun, alaa innahum humul mufsiduuna walakin laa yasy'uruun.
Kalau kamu berkata kepada kafir, jangan kamu merusak, oh tidak, kami ini
membangun dengan konsep-konsep nasionalis, demokrasi, sosialis. Kapitalis itu
untuk membangun, bukan untuk merusak, dijawab oleh Allah: alaa innahum humul
mufsiduuna (Tidak, mereka itu merusak, tetapi mereka tidak merasa).
Jadi jelas, berdasarkan firman Allah ini orang kafir
itu kerjanya "merusak" tidak ada orang kafir membangun. Ini yang
harus dipahami dulu. Al munaafiquuna walmunaafiqaatu ba'dhuhum min ba'dhin
ya'muruuna bil munkar wayanhauna 'anil-ma'ruf (Orang munafik itu
laki-laki dan perempuan itu satu sama lain dari mereka sama saja). Program
hidupnya apa? Ya'muruuna bil munkar, memerintahkan kemungkaran,
menegakkan kemungkaran, menyebarluaskan kemungkaran. Wa yanhauna 'anil
ma'ruf (dan mencegah ma'ruf, dan memerangi ma'ruf, memberantas yang
ma'ruf).
Tadi jelas, dari beberapa ayat ini dan masih banyak
ayat lagi, kita mengambil kesimpulan bahwa orang kafir itu "perusak".
Tidak ada orang kafir memperbaiki, ya perusak. Ada orang tanya, "Tapi
nyatanya memperbaiki, Ustadz? Itu membantu pembangunan, ada gempa tsunami itu
dibantu rumah-rumahnya? Saya kemarin dari Aceh, saya lihat rumah-rumah dibantu
orang kafir, kemudian di Jogja juga dibantu orang kafir."
Mereka membangun rumah yang rusak, betul! Kalau fisik
mereka memang membangun, tapi membangun dalam rangka merusak hati. Hatinya itu
dirusak. Supaya manusia jadi kafir, jadi musyrik. Mereka memang membangun di
Aceh, banyak bantuannya. Tapi, di samping bantuan, mereka juga membuat
usaha-usaha untuk memurtadkan orang Islam. Bukan sekadar bantu, tapi ada aktif
memurtadkan sampai mereka mengeluarkan kemarin itu selebaran untuk anak-anak,
yang menggambarkan bahwa tuhan Yesus itu lebih baik dari Tuhannya orangnya
Islam.
Di Jogja juga begitu. Jadi, kalau seandainya orang kafir itu nampaknya membangun fisik, tapi merusak hati. Maka, di dalam Al-Qur'an disebut thaghut. Thaghut itu yukhrijuunahum minan nuuri ilazh zhulumaat, penguasa kafir itu, penguasa yang orang kafir itu, apa kerjaannya? Yukhrijuunahum minan nuuri ilazh zhulumaat (Mereka mengeluarkan manusia dari cahaya iman kepada kegelapan, kafir.
Di Jogja juga begitu. Jadi, kalau seandainya orang kafir itu nampaknya membangun fisik, tapi merusak hati. Maka, di dalam Al-Qur'an disebut thaghut. Thaghut itu yukhrijuunahum minan nuuri ilazh zhulumaat, penguasa kafir itu, penguasa yang orang kafir itu, apa kerjaannya? Yukhrijuunahum minan nuuri ilazh zhulumaat (Mereka mengeluarkan manusia dari cahaya iman kepada kegelapan, kafir.
Ha ... ini yang dimaksud merusak ...! Malah jelas:
walan tardhaa ‘ankal yahuudu walan nashaara hatta tattabi'a millata-hum
(Al-Baqarah: 120). (Tidak mungkin orang Yahudi dan Nashrani itu rela
kepadamu wahai orang Islam, sampai kamu murtad mengikuti millah mereka).
Jadi, memang merusak.
Walaa yazaaluuna yuqaatiluunakum hatta yarudduukum
‘an diinikum inistathaa'uu (Mereka akan terus merencanakan, memerangi kamu
sampai mereka sanggup memurtadkan kamu, kalau mereka ada kemampuan). Ini
semua informasi dari Yang Maha Tahu. Oleh karena itu, jangan diakal-akali lagi,
ya kita dengar informasi dari Allah. Benar ... titik! Kafir itu kerjanya
merusak. Oleh karena itu, manusia yang membangun itu siapa? Muslim, itu yang
membangun. Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnasi ta'muruuna bilma'ruufi wa
tanhauna ‘anil munkar (Kamu itu adalah manusia pilihan yang dikeluarkan
di tengah manusia). Mengapa? Karena, kerjaannya orang muslim sebaliknya,
yaitu ta'muruuna bil ma'ruf (kamu itu selalu menegakkan ma'ruf,
menegakkan yang adil, yang baik-baik, wa tanhauna 'anil munkar (dan
memberantas yang mungkar-mungkar). Haa ... itu orang mukmin.
Maka, dunia ini--selama masih ada orang
beriman--belum kiamat. Tapi, kalau Allah sudah menghendaki kiamat, dimatikan
semua orang yang beriman, dibiarkan yang kafir hidup. Kalau dunia sudah nggak
ada orang beriman, haa ... sudah, tinggal menunggu waktu, karena orang kafir
merusak terus akhirnya hancur dunia. Kan ada hadits kalau sudah mendekati hari
kiamat Allah mengirim angin halus. Angin halus ini kalau meniup orang mukmin
meskipun imannya sedikit dia akan wafat. Tapi, kalau meniup orang kafir malah
sehat, tidak wafat. Sehingga orang beriman mati. Yang ada di dunia ini orang
kafir, membuat kemaksiatan semaunya sendiri. Itulah mulai hari kiamat.
Inilah bapak-bapak dan ibu-ibu, Islam merupakan
nikmat Allah yang paling tinggi, yang paling penting nilainya dalam hidup, yang
paling mahal harganya, bahkan lebih mahal dari pada nyawa. Ini harus kita
sadari, kalau kita sudah sadar semacam itu, baru nanti ada sikap, tidak mungkin
iman mau dijual, tidak mungkin. Karena, sudah tahu ini yang paling mahal kok
mau dijual dengan yang murah, itukan orang bodoh. Oleh karena iman itu begitu
tinggi nilainya, maka majlis ilmu untuk mempelajari Islam itu sangat tinggi
nilainya, karena mempelajari ilmu paling tinggi nilainya, bahkan oleh
Rasulullah saw. Islam itu disebut ilmu warisan nabi Fa-innal anbiyaa' lam
yuwarritsuu diinaran walaa dirhaman, walaakin warratsul ilma". (Sesungguhnya
para nabi tidak ada yang mewariskan dinar maupun dirham), artinya
mewariskan harta kepada umatnya, termasuk nabi kita, Nabi Muhammad saw. Beliau
tidak mewarsikan harta kepada kita. Jangankan kepada kita, kepada anak istrinya
saja sedikit sekali warisannya, hampir tidak meninggalkan warisan.
Tidak ada nabi mewariskan harta kepada umatnya, tidak
ada, walaakin warrtsul ilma, tapi semua nabi itu mewariskan ilmu,
mewariskan ilmu kepada umatnya, termasuk Nabi Muhammad saw. Apa itu wujud ilmu
dari Nabi Muhammad yang diwariskan ke kita? Taraktu fiikum amraini (Aku
meninggalkan warisan kepadamu dua perkara, meninggalkan dua perkara, dijamin
kamu tidak akan sesat selama-lamanya, selama kamu berpegang teguh kepada dua
perkara: kitabullah wa sunnati, yaitu Al-Qur'an dan sunnah). Itu warisan
nabi kepada kita, mewariskan ilmu. Lalu, selanjutnya Nabi bersabda, Faman
akhadza bihi (maka barang siapa yang sanggup mengambil warisan itu,
mengambil warisan nabi ini, faqad akhodza bi hadhdhi waafir (sungguh
ia telah mengambil keuntungan, kejayaan yang maha besar di dunia ini, yang
amat besar di dunia ini, haa ini).
Oleh karena itu, kita harus sadari milik kita yang
berharga itu Islam. Yang lain boleh dikorbankan, tapi jangan sebaliknya, untuk
yang lain Islam dikorbankan. Itu keliru, yaa keliru, kecelik nanti yaa. Haa ...
begitu itu warisan Nabi, sampai Nabi juga bersabda, Man yuridillahu bihi
khairan yufaqqihhu fid din (barang siapa yang oleh Allah akan diberi
kebaikan, orang itu diberi pemahaman din), bukan diberi harta. Kalau orang
diberi harta belum tentu diberi kebaikan, diberi anak belum tentu diberi
kebaikan, diberi kedudukan belun tentu diberi kebaikan. Tapi, kalau orang Islam
diberi harta, diberi anak, diberi pangkat, di beri ujian iman, kalau lulus
memang bisa meningkatkan derajat. Keselamatan kita di dunia-akhirat. Tapi,
kalau tidak lulus, justru tiga ini yang akan menjerumuskan kita ke neraka.
Jadi, kalau diberi harta, anak, dan pangkat, kita belum tentu diberi kebaikan.
Harus ada syaratnya dulu. Tapi, kalau sudah diberi faham din, diberi oleh Allah
memahami Islam, tentunya dengan mengamalkannya. Itu artinya kita diberi
kebaikan.
Begitulah Rasulullah menggambarkan karena begitu
pentingnya nikmat Islam, sampai-sampai Rasulullah berdoa--untuk menggambarkan
pentingnya nikmat Islam ini--Allahumma laa taj'al mushiibatanaa fii
diininaa, walaa taj'alid dunya akbara hamminaa walaa mablaghanaa (Ya
Allah, jangan engkau jadikan musibah yang mesti menimpa diriku musibah yang
menimpa dinku, menimpa Islamku). Rasulullah menolak, tidak mau diberi
musibah din, padahal Allah berjanji akan memberi musibah: Walanabluwannakum
yaa minal khaufi wal juu'i wa naqshin minal amwaali wal anfusi ... wa
basysyirish shabiriin (Sungguh pasti kamu akan kami uji, kami beri
musibah dengan ketakutan, dengan situasi yang mengguncangkan, kelaparan), wa
naqshin minal amwaal (kehilangan harta, mungkin kebakaran, mungkin
dirampok), wal anfuus (dan kematian).
Ujian Allah mesti ada. Musibah pertanian mungkin kena kena penyakit, sehingga pertanian gagal. Itu semua ujian yang harus, tidak boleh ditolak. Musibah ini tidak boleh ditolak, mesti kena. Hanya, kita minta kepada Allah supaya sabar. Rasulullah mintanya supaya sabar di dalam menerima ujian itu. Allah itu kalau cinta kepada hamba-Nya, maka hamba-Nya itu diberi musibah. Barang siapa yang ridha, maka mendapat ridha.
Ujian Allah mesti ada. Musibah pertanian mungkin kena kena penyakit, sehingga pertanian gagal. Itu semua ujian yang harus, tidak boleh ditolak. Musibah ini tidak boleh ditolak, mesti kena. Hanya, kita minta kepada Allah supaya sabar. Rasulullah mintanya supaya sabar di dalam menerima ujian itu. Allah itu kalau cinta kepada hamba-Nya, maka hamba-Nya itu diberi musibah. Barang siapa yang ridha, maka mendapat ridha.
Barang siapa yang marah, ia akan mendapat murka
Allah. Tapi, Rasulullah minta jangan sampai kena musibah din. Musibah kena
badan tidak apa-apa, sabar. Anak, istri kena musibah, saya sabar, menerima.
Saya minta tolong supaya Engkau beri kemampuan untuk mengatasi. Kehilangan
harta, saya sabar; kehilangan pertanian, saya sabar, asal jangan Engkau beri
musibah yang mengenai diin, mengenai iman. Ini yang bahaya.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Orang sekarang ini
kurang mengerti, umat Islam sekarang ini, hampir semua musibah yang menimpa itu
kena iman, termasuk kiai. Banyak kiai haji yang kena musibah iman. Cendikiawan
muslim juga begitu, sudah lulus IAIN urusan syariat kemudian mau meningkatkan
daya pikir yang baik tapi sekolah ke Amerika. Pulang dari Amerika berubah
pandangannya. Tadinya beriman kepada syariat Islam.
Pulang dari Amerika mempersoalkan syariat Islam. Itu
kena ujian iman. Adalagi yang sudah pangkat kiai haji tapi menetang
undang-undang anti-porno. Itu namanya KH Iblis, bukan haji biasa. Haa ... itu
kena ujian iman.
Maka, do'a Nabi selanjutnya, Walataj'alid dunya
akbara hamminaa walaa mablagha ilminaa (Jangan Engkau jadikan, ya Allah,
dunia itu sebesar-besar keinginanku dan setinggi-tinggi ilmuku). Apa tidak
boleh ingin dunia? Boleh! Karena hidup ini perlu dunia, ya kan. Hidup itu perlu
dunia, kalau tidak ada dunia, mana bisa hidup, tidak ada makan tidak ada minum.
Boleh ingin dunia tapi yang tidak boleh itu setinggi-tinggi keinginan, Walaa
taj'alid dunya akbara hamminaa (Jangan Kau jadikan dunia setinggi-tinggi
keinginanku).
Wasaari'uu ilaa magfiratin wa jannatin (Bersegerah kamu mencari
maghfirah dan surga). Setinggi-tinggi keinginan surga, hingga untuk surga,
dunia bisa dikorbankan; bukan surga yang dikorbankan, kemudian dijual untuk
membeli dunia. Laa ... ini persoalannya. Walaa mablagha ilminaa (Dan
jangan jadikan setinggi-tinggi ilmuku, kalau hanya ilmu dunia saja). Orang
yang tidak mengerti di balik dunia itu ada apa, itu orang bodoh, meskipun
profesor. Maka, para ulama mengatakan, "Kullu kaafirin jaahilun"
(Semua orang kafir itu bodoh), semua: termasuk profesor-profesornya, S-nya 100
pun bodoh. Karena, dia tidak tahu ilmu di belakang dunia itu apa. Maka, Nabi
minta ilmu lebih dari itu supaya menerapkan hidup ini tepat. Karena,
kenyataannya dunia mau ditinggalkan, ya kan?
Mengapa Rasulullah saw. minta jangan sampai dunia menjadi
setinggi-tinggi keinginan? Karena dalam hadits yang lain, Rasulullah
menyatakan, ada dua perkara yang akan menerkam imanmu lebih ganas daripada
serigala menerkam kambing. Ada dua perkara kalau kamu tidak hati-hati, imanmu
diterkam habis seperti serigala lapar menerkam kambing, yaitu al-maal wal
jaah (harta dan kedudukan). Awas hati-hati, harta dan kedudukan ini kalau
kamu tidak hati-hati bisa menerkam imanmu. Inilah beberapa hal yang perlu saya
terangkan, maksud saya untuk menyadarkan, bahwa kebutuhan yang paling pokok
dalam hidup itu Islam. Yang lain itu nomor dua, nomor tiga. Nomor satu Islam.
Ini yang perlu kita pahami. Oleh karena itu, belajar Islam itu merupakan
belajar yang setinggi-tingginya, Khairukum man ta'allamal qur'an wa
'allamahu (Sebaik-baik orang di antara kamu orang yang belajar Qur'an dan
mengajar Qur'an). Tidak berarti belajar ilmu lain tidak baik, baik tapi
sebaik-baiknya Qur'an.
Semua ilmu baru memberi manfaat kalau dipandu Qur'an,
kalau tidak dipandu qur'an membikin kerusakan. Coba teknologi yang tinggi
dipegang oleh George Bush itu, kerjanya merampok, membunuhi orang, ... ya kan?
Allah memberi ilmu begitu tinggi, tapi yang pegang George Bush, tidak ngerti
alif bengkong (tidak mengerti huruf alif yang bentuknya melengkung,
red), tidak ngerti qur'an. Akhirnya apa, untuk merusak, kalau yang pegang orang
kafir. Tapi, kalau yang pegang orang Islam, ilmu itu akan menjadi alat untuk
membina kebaikan.
Jadi, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, keterangan saya
sebagai muqaddimah (pembukaan) itu kesimpulannya dua: satu, kebutuhan kita yang
paling pokok, nikmat Allah kepada diri kita yang paling tinggi nilainya adalah
Islam; dua, oleh karena itu, belajar yang paling tinggi nilainya adalah belajar
Islam, mempelajari Islam. Tentunya masing-masing pada kedudukannya, kalau orang
awam ya pokok-pokoknya yang harus di pahami. Tapi, kalau ulama harus
terperinci. Jadi tidak harus semuanya diketahui terperinci seperti ulama, tidak
begitu, ada pembagian.
Demikianlah apa yang perlu saya terangkan tentang
nilai atau fungsi nikmat dinul Islam.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, dalam keterangan ini, saya tadi malam, di satu tempat juga telah menerangkan ini, bagi yang sudah mendengar sebagai penyegaran, bagi yang belum supaya tahu, memang di mana-mana tema saya satu. Karena begini, berdasarkan ucapan seorang ulama, muridnya Ibnu Taimiyah, namanya Ibnul Qoyyim al-Jauziyah, beliau mengatakan, "Orang Islam itu--terutama di akhir zaman--kena dua penyakit (dua fitnah), yaitu fitnah syahawat dan fitnah syubuhat."
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, dalam keterangan ini, saya tadi malam, di satu tempat juga telah menerangkan ini, bagi yang sudah mendengar sebagai penyegaran, bagi yang belum supaya tahu, memang di mana-mana tema saya satu. Karena begini, berdasarkan ucapan seorang ulama, muridnya Ibnu Taimiyah, namanya Ibnul Qoyyim al-Jauziyah, beliau mengatakan, "Orang Islam itu--terutama di akhir zaman--kena dua penyakit (dua fitnah), yaitu fitnah syahawat dan fitnah syubuhat."
Fitnah syahawat artinya fitnah hawa nafsu. Ini
biasanya mengenai ulama. Kalau sudah hawa nafsu kena itu tadi, musibah din,
maka banyak ulama yang menjual dinnya, haa ... ini lebih berbahaya dari preman.
Kalau preman paling-paling hanya nyolong (mencuri) harta, tapi kalau
sudah ulama ini disamping harta juga hati manusia dicolong. Karena apa? Dia
memberinya fatwa itu berbalik: yang haram dihalalkan, yang halal diharamkan
demi untuk mendapatkan imbalan uang dan kedudukan. Ya ini namanya ulama suu'
(ulama yang buruk). Itu yang kena fitnah hawa nafsu. Maka, para ulama salaf
mengatakan, "Al-'ulama' waratsatul anbiya" (Semua ulama' itu
mewarisi ilmunya Nabi). Oleh karena itu, ulama itu pelita umat. Umat kalau
tidak ada ulama sudah gelap hidupnya, gelap meskipun ada dokter, ada insinyur,
ada ahli kimia, ada ahli apa saja, tapi kalau tidak ada ulama' gelap. Sebab,
ulama ibarat kapal, yang memegang kompas, belok kanan ... ada ombak belok kiri.
Lalu, ahli ilmu-ilmu yang lain itu teknikal saja, yang bagian mesin, bagian ini
itu, tapi yang memegang kompas, mengerti jalan supaya selamat itu, dalam kapal
itu ulama, tapi ulama pewaris Nabi ya al-'ulama' waratsatul anbiya'.
Ulama pewaris Nabi itu bagaimana ciri-cirinya? Maa
lam yukhalitus sulthan (selama ulama itu tidak mendekati penguasa).
Yang dimaksud mendekati penguasa, untuk mencari harta, mencari fasilitas,
kedudukan, itu yang dimaksud, bukan mendaki untuk menasihati. Kalau mendekati
untuk nasihati, amar ma'ruf nahi mungkar, itu baik. Tapi yang di maksud yukhaalith
itu selalu dekat terus dengan penguasa. Karena dia cari kedudukan, maka bukan
penguasa yang dinasihati, tapi ulama yang diperalat oleh penguasa, supaya
mengeluarkan fatwa-fatwa yang tetap menguntungkan kedudukan penguasa.
Kalau ada ulama meskipun hafal Qur'an, hafal hadits,
hafal kitab macam-macam: kitab kuning, kitab putih, kitab apa lagi, hafal
semuanya, tapi selalu mendekati penguasa untuk mencari kedudukan, fahuwa
lissun fajtanibuuh, dia itu sebenarnya pencuri. Oleh karena itu jauhi, haa
... begitu. Tapi ulama itu penting kedudukannya kalau bener. Sehingga dalam
satu hadits di akhir zaman nanti Islam tinggal gambarannya, tinggal namanya,
Qur'an tinggal tulisannya, tidak berfungsi semuanya, masjid-masjid banyak tapi
kosong dari petunjuk. Kata Rasulullah, akan ada zaman semacam itu, Islam itu
tinggal teorinya, terus nggak ada sama sekali praktiknya, tinggal teori tok.
Ketika itu kata Rasulullah, sejelek-jelek makhluk di bawah langit itu ulama
mereka. Coba, sejelek-jelek makhluk dibawah langit itu kiai haji mereka, kiai haji
itu orang yang paling elek, orang jelek di bawah kolong langit, mengapa? Minhum
kharajatil fitnah (Dari mulut mereka selalu keluar fitnah), yaitu
ajaran-ajaran yang menyesatkan. Maka ulama ini mempunyai dua kekuatan yang luar
biasa, yang baik kekautan untuk mengarahkan umat, menyelamatkan umat, yang
jahat kekuatan untuk menyesatkan umat.
Oleh karena itu, maka Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu
sekalian, di sini perlu kita pahami, bahwasanya memahami Islam itu adalah
penting. Maka, dalam kesempatan tabligh akbar siang hari ini, saya akan
menerangkan Maa huwa dinul Islam. Karena tadi diamanatkan, gimana
menghadapi situasi sekarang ini? Itu harus dimulai dari apa dinul Islam? Tadi
saya katakan, umat Islam wujud tadi kena fitnatusy syahawat dan fitnatusy
syubuhat.
Yang kedua umat Islam kena fitnah syubuhat yaitu
fitnah kekaburan.Dia itu orang Islam tetapi kabur memahami apa itu Islam.
Karena kabur pahamnya, kabur amalannya, ini kata Ibnul Qoyyim, fitnah yang
kedua ini obatnya ilmu. Ketika kena fitnah syubuhat, itu obatnya ilmu. Sekarang
umat Islam pada umumnya kena fitnah syubuhat, kabur pemahamannya tentang Islam.
Yang bathil disangka hak, yang haq disangka bathil. Bahkan, kadang-kadang
sampai yang bathil dibela mati-matian, yang hak diperangi mati-matian. Ini
karena kena fitnah syubuhat, kabur di dalam memahami Islam. Karena pahamnya
kabur, amalannya juga kabur. Maka, ini perlu kita sembuhkan. Untuk itu, kita
perlu memahami dulu apa dinul Islam itu?
Allah menamakan Islam, konsep Islam, itu dinamakan
diin, wa radhiitu lakumul Islamadiinaa, (Aku ridha bagimu Islam itu
sebagai din). Huwal ladzi arsala rasuulahu bil huda wa diinil haq (Dialah
yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan membawa din yang haq).
Apa din itu? Din biasanya diterjemahkan agama. Terjemahan ini jauh sebenarnya,
tidak tepat, tapi sudah salah kaprah, ya tidak mengapalah kita terjemahkan
agama, asal pengertiannya jangan keliru. Din itu bukan agama, din itu nidhamul
hayah. Salah satu makna nidzamul hayah (undang-undang untuk mengatur
hidup) itu artinya din, ya ajaran, tatanan untuk mengatur kehidupan, itu
namanya din. Semua undang-undang, baik buatan Allah maupun buatan manusia yang
tujuannya untuk mengatur hidup, itu disebut din. Oleh karena itu, KUHP juga
din, karena itu undang-undang. Tujuannya apa? Untuk mengatur kehidupan supaya
hidup ini aman, baik. Diatur oleh undang-undang itu namanya din dalam bahasa
Arab, ya termasuk mengatur kepercayaan, mengatur cara nyembah, mengatur berumah
tangga, mengatur sampai semua kehidupan umat manusia itu, namanya din.
Jadi, Islam itu din, bukan agama. Kalau agama itu
biasanya gambaran orang hanya terbatas pada kumpulan cara-cara ritual,
cara-cara nyembah. Ini agama Kristen, isinya apa? Ya itu cara-cara memuji Allah
dan menyembah Allah dalam kebaktian, agama Budha juga gitu, cara nyembah Budha
dan cara-cara memuji-muji Budha, agama Hindu juga begitu. Maka, mereka itu
agama. Tapi, kalau Islam bukan sekadar agama, Islam itu din. Itu yang harus
dipahami, undang-undang kalau kita ini ingin bahasa sekarang konstitusi, jadi
Islam itu konstitusi. Ini yang harus dipahami. Untuk mengatur kehidupan umat
manusia, maka din itu ada dua: dinullah dan dinunnaas (din yang dikonsep oleh
Allah, undang-undang yang dikonsep Allah dan undang-undang untuk mengatur hidup
yang dikonsep oleh manusia).
Yang dikonsep oleh Allah itu apa cirinya? Cirinya
satu: tunggal. Karena, konseptornya satu, yaitu Allah, sejak mulai Nabi Nuh
sampai Nabi Muhammad Islam itu satu, terutama pokoknya aqidahnya satu. Adapun
syariatnya bisa berkembang dengan perkembangan umat manusia, tidak lebih dari
satu. Yang kedua, ciri dinullah itu haq, benar-bener mutlak, tidak ada
salahnya, tidak ada bathilnya sedikit pun. Isinya benar, mutlak. Itu dinullah, yaitu
dinul Islam.
Ini bisa kita pahami dengan logikanya bagaimana.
Pencipta Islam itu Allah. Sedang sifat Allah itu ilmunya tidak terbatas. Allah
menggambarkan, lau kaanal bahru middadan likalimaati rabbii lanafidal bahru
qabla an tanfada kalimaatu rabbi walau ji'naa bimitslihi madada (Kalau
seandainya lautan itu dijadikan tinta untuk menulis kalimat Tuhanmu, yaitu ilmu
Tuhanmu, habis tinta satu lautan itu sebelum habis ilmu Tuhanmu, meskipun
ditambah tinta satu lautan lagi). Di ayat yang lain, meskipun ditambah
tujuh lautan lagi. Artinya, ilmu Allah tidak terbatas. Karena ilmu-Nya tidak
terbatas, tidak ada persoalan dunia ini yang tidak diketahui oleh Allah. Semua
persoalan yang paling kecil diketahui dengan sempurna oleh Allah. Allah itu ‘aliim
kulli syay' (mengetahui segala sesuatu). Tidak ada persoalan yang
tidak diketahui oleh Allah. Terutama rahasia manusia, dipahami betul, mulai
syaratnya, sampai sifatnya, sampai keadaannya, semua itu dipahami secara
sempurna oleh Allah.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Dzat Yang Sempurna
semacam itu kalau membuat undang-undang itu mesti menemui sasaran. Mesti
undang-undang ciptaannya benar mutlak. Karena, didasari ilmu yang sempurna dan
didasari pengetahuan yang sempurna, tidak ada persoalan yang tidak diketahui
oleh Allah. Maka, tidak mungkin undang-undang buatan Allah itu meleset. Karena
didasari ilmu-Nya yang sempurna. Dan Allah tidak pernah lupa, tidak pernah
keliru, tidak pernah. Kalau Allah keliru satu detik, bubar susunan alam ini.
Tidak pernah keliru. Begitu sempurnanya ilmu-Nya, kalau Allah menghendaki
sesuatu itu, cepat prosesnya. Orang itu makin tinggi ilmunya makin cepat
prosesnya. Misalnya, kalau orang mau menyalakan lampu, sebelum punya ilmu
teknologi tinggi, kalau mau nyalakan lampu sekampung mungkin memerlukan
beberapa jam. Apalagi kalau lampu pompa itu. Tapi, setelah punya ilmu teknologi
listrik, jangankan sekampung, sekota dalam tempo sesaat, tet ... nyala semua.
Karena ilmu.
Allah juga begitu. Bikin apa saja, kun fayakuun.
Dzat yang ilmu-Nya semacam ini membuat satu undang-undang untuk mengatur hidup
manusia mesti tepat, memenuhi sasaran. Ini logikanya, kalau kita mau dengan
akal. Oleh karena itu, inilah sifat dinul Islam. Jadi, pertama sifat dinul
Islam itu benar mutlak. Yang kedua, sifat dinul Islam itu sesuai untuk seluruh
zaman dan seluruh bangsa. Setelah dibawa Nabi Muhammad agama Islam itu sudah
sempurna, alyauma akmaltu lakum diinakum (hari ini Aku sempurnakan
dinmu). Jadi, sejak Nabi Muhammad diutus, sampai hari kiamat, itu Islam
setelah Nabi Muhammad wafat, Islam itu sempurna sesuai untuk seluruh zaman.
Tidak diperlukan amandemen.
Ini kadang sekarang ada orang mau mengamandemen
Islam. Itu ada, JIL (Jaringan Islam Liberal, red)itu yang mau mengamandemen
Islam. Tidak diperlukan amandemen. Kalau Undang-Undang Dasar 45 (UUD 45)
diperlukan amandemen. Itu pak Abdul Qadir Jailani yang sering mengamandemen UUD
45, karena itu buatan manusia. Tapi, kalau Islam, tidak perlu diamandemen.
Cocok seluruhnya, cocok untuk semua bangsa. Karena, yang menciptakan memahami
semua.
Kemudian yang ketiga, sifat dinul Islam itu,
undang-undangnya, ajarannya paling modern. Tidak ada undang-udang lebih modern
dari Islam. Tidak ada! Kadang-kadang ada pejabat keliru. Saya pernah mendengar
itu, yang diutik-utik itu potong tangan saja sejak dulu. Baiklah, karena itu
yang dibicarakan, maka kita akan jawab. Itu hukum potong tangan itu kan orang
Arab dulu. Itu orang zaman kuno itu. Itu kan keras-keras orangnya. Itu cocok
untuk zaman itu. Kan sekarang kita sudah modern. Kita mempunyai penjara, sistem
hukum yang baik.
Baik, saya akan buktikan mana yang lebih modern,
hukum potong tangan atau penjara? Hukum dikatakan modern, baik, kalau mempunyai
tiga sifat: (1) pelaksanaannya cepat, (2) biayanya murah, (3)hasilnya
memuaskan. Itu namanya hukum modern.
Nah, sekarang mari kita bandingkan antara hukum hudud
(di dalam Islam) dan hukum KUHP tentang persoalan kriminal. Mari dibandingkan.
Ini kritik membangun namanya. Kalau ada orang mencuri dan terbukti (berdasarkan
syarat-syarat yang ada), sudah terbukti perampok, misalnya. Karena dalam Islam
itu orang mencuri kalau kelaparan tidak dihukum dalam Islam. Karena memang dia
terpaksa. Diberi nasihat lalu diberi pertolongan supaya tidak mencuri lagi.
Tapi kalau ada orang mencuri, kekenyangan, kalau itu dihukum. Seperti
koruptor-koruptor itu kan kekenyangan. Apa ada koruptor kelaparan? Tidak ada
saya kira. Nah, itu yang dihukum.
Setelah terbukti, dikumpulkan orang di lapangan,
dibacakan oleh hakim, kemudian eksekusi, potong tangan. Habis itu, dokternya
mengobati, digotong, sudah, suruh dia pulang. Cepat pelaksanaannya, tidak
memerlukan banyak biaya. Pemerintah yang mengeluarkan biaya, bayar hakim, bayar
polisinya, bayar dokternya, itu saja, selesai. Hasilnya apa? Pencuri kapok
betul. Dia tidak akan berani dua kali mencuri lagi. Bukan saja pencuri, yang
melihat itu juga begitu, dia akan ngambil pelajaran. Itu sebabnya, maka
pencurian kalau hudud Islam dijalankan akan bisa menekan. Bukan berarti
menghapus. Karena dunia itu mesti ada yang jahat, tapi ditekan seminimal
mungkin. Tentunya harus ditegakkan dengan hukum Islam yang lain, seperti
mengenai zakat dan sebagainya, sehingga ekonomi dalam keadaan baik. Tentunya
begitu. Jadi, pelaksanaannya cepat, hanya beberapa jam. Paling satu dua jam
selesai eksekusinya. Habis itu suruh pulang. Hasilnya memuaskan. Pemerintah
mengeluarkan biaya sedikit.
Nah, sekarang kalau perampok itu menurut KUHP. Sidang
sebulan belum selesai, dua bulan, sampai tiga bulan. Tok, kena 30 tahun,
umpamanya ini. Eksekusinya 30 tahun. Belum kalau naik banding. Pemerintah sudah
membayar hakim-hakimnya. Katakanlah, terakhirnya sudah sampai kasasi, kena 25
tahun. Eksekusinya, karena kena 25 tahun, mesti pelaksanaan hukum ini paling
sedikit, potongan potongan, potongan, 15 tahun. Kalau Tommy itu, ntah gak tau
itu berapa potongannya, 25 tahun atau berapa itu kenanya.
Bayangkan! eksekusinya 20 tahun. Pemerintah memberi
makan pencuri 20 tahun. Tiap hari diberi makan, untuk eksekusinya tadi itu.
Bandingkan dengan potong tangan tadi, 1 jam sudah selesai, suruh pulang. Ini
tidak, eksekusinya dimasukkan penjara 20 tahun, pemerintah memberi makan selama
20 tahun. Hasilnya apa? Menurut penyelidikan saya, saya kan pernah sekolah di
sana (pernah dipenjara, red). Pencuri-pencuri itu, perampok-perampok itu hampir
tidak ada yang jera karena penjara. Malah saya pernah nasihati perampok,
"Kamu itu jangan merampok, kalau sudah dipenjara gini kan susah
kamu." Pokoknya saya gambarkan susahnya dalam penjara. Apa jawabnya?
"Oh, Bapak salah paham."
"Salah paham apa?"
"Bapak salah paham mengartikan penjara. Penjara ini tempat
istirahat kami," katanya. Jawabnya begitu coba. Di Solo sana. Jadi, kalau
begitu ya ... kerja lagi ... kerja lagi ... (mencuri lagi, red).
Jadi, sudah 20 tahun diberi makan, keluar kerja lagi dia, merampok, kadang-kadang lebih besar lagi. Malah ada yang kadang-kadang sebulan sudah pulang, masuk lagi.
Jadi, sudah 20 tahun diberi makan, keluar kerja lagi dia, merampok, kadang-kadang lebih besar lagi. Malah ada yang kadang-kadang sebulan sudah pulang, masuk lagi.
"Lah, kamu masuk lagi?"
"Ya Pak."
"Apa lagi kamu salahnya?"
"Biasalah Pak, mencuri." Nah, kan, enak saja
jawabannya. Jadi, masuk penjara itu tidak dirasakan apa-apa oleh dia. Itu
pengalaman yang saya lihat.
Tapi ada Ustadz, perampok setelah keluar jadi mujahid. Ya, kita
tidak nafikan. Tidak kita bantah, memang betul, setelah keluar insaf itu ada.
Tapi, bukan karena jera penjaranya. Karena dalam penjara dia ngaji. Itu
persoalannya. Di dalam penjara dia majelis taklim, ngaji. Maka, waktu saya di
dalam dengan Habib Rizieq mendirikan di dalamnya itu pondok pesantren
At-Tawwabin, yaitu pondok pesantren untuk orang-orang yang taubat. Muridnya
banyak sekali, sampai 300-an. Sekarang di Cipinang masih jalan. Pondok
pesantren At-Tawwabin muridnya banyak, yaitu perampok-perampok, maling-maling
itu. Alhamdulillah, dengan itu ada yang diberi hidayah oleh Allah.
Pengajian-pengajian kita adakan. Jadi, insafnya itu karena ngaji bukan karena
takut penjara.
Lah, ini perbandingan. Jadi jelas, sebenarnya hukum KUHP itu
primitif. Yang modern itu hukum hudud. Diakui ataupun tidak, itu primitif.
Bukan saja primitif, itu zalim. Orang dihukum 20 tahun, anak istrinya dibiarkan
terlantar. Meskipun dia salah, merampok. Tapi kan masih bisa kerja. Anak
istrinya dibiarkan terlantar. Yang dikasih makan perampoknya saja dalam
penjara. Jadi, hukum itu primitif dan zalim. Ini kritikan ini. Mudah-mudahan
bisa dipikirkan dan ditinjau kembali.
Oleh karena itu, hukum Islam itu paling modern. Seperti umpamanya syariat cara nyembah, itu paling modern Islam. Cara nyembah Allah itu, misalnya shalat. Pertama, semua yang nyembah Allah itu bukan hanya hati, tapi sampai seluruh badan itu ikut nyembah. "Allahu Akbar", semua ikut nyembah, sampai kepala ini kalau sujud, ke bawah ikut nyembah. Itu satu. Kemudian, yang kedua, efeknya apa? Di samping hati (kesehatan hati), semua ahli kesehatan mengakui shalat itu besar sekali efeknya untuk kesehatan jantung. Malah ada seorang dokter mengatakan, shalat malam itu efek yang paling positif mencegah penyakit jantung.
Oleh karena itu, hukum Islam itu paling modern. Seperti umpamanya syariat cara nyembah, itu paling modern Islam. Cara nyembah Allah itu, misalnya shalat. Pertama, semua yang nyembah Allah itu bukan hanya hati, tapi sampai seluruh badan itu ikut nyembah. "Allahu Akbar", semua ikut nyembah, sampai kepala ini kalau sujud, ke bawah ikut nyembah. Itu satu. Kemudian, yang kedua, efeknya apa? Di samping hati (kesehatan hati), semua ahli kesehatan mengakui shalat itu besar sekali efeknya untuk kesehatan jantung. Malah ada seorang dokter mengatakan, shalat malam itu efek yang paling positif mencegah penyakit jantung.
Tapi coba cara ibadahnya yang lain-lain. Kalau Cina, gini-gini
(sambil memperagakan dengan tangan, red). Apa ini efeknya ini. Kalau Kristen
itu tung tung tung, nyanyi-nyanyi. Kalau Budha hanya gini gini tok. Coba
bandingkan sekarang, mana yang lebih modern? Ayo kita diskusi sekarang. Jadi,
syariat Islam itu syariat yang paling modern. Mengatur wanita, Islam yang
paling modern, menghormati wanita. Islam tidak menghina wanita, menghormati.
Wanita dijaga betul. Misalnya, syariat jilbab, kalau keluar wanita dilarang
menampakkan aurat. Dilarang bersolek, dilarang pakai wangi-wangian. Apa itu
maksudnya? Untuk mematikan fitnah. Yang kedua, wanita itu kalau keluar rumah
pakai jilbab dihormati orang. Orang mau ganggu, segan. Nah, itu satu. Yang
kedua, tidak menimbulkan fitnah, karena dia nutup aurat. Sebab, fitnah yang
paling besar itu wanita. Itu cara Islam. Coba kalau luar Islam, keluar malah
disuruh nampakkan auratnya, malah untuk main-main. Tapi, itu anehnya merasa
dihormati. Bahkan, kadang-kadang ada perbuatan gila itu, yaitu pertandingan
kecantikan. Diukur kukunya, diukur pantatnya. Ya Allah ... seperti binatang
kita.
Inilah, Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, syariat Islam itu undang-undang,
aturan ideologi yang paling modern. Tidak ada yang lebih modern. Itulah Islam.
Sekarang, kita akan terangkan bagaimana cara mengamalkan Islam.
Ada hubungannya dengan permintaan tadi. Setelah kita memahami Islam, karena
Islam itu konstitusi undang-undang, maka kita cara mengamalkan Islam mesti
mengikuti sunnah Nabi. Sebab, Nabi itu diutus, gunanya untuk diikuti sunnahnya,
bukan diperingati lahirnya, bukan. Diperingati lahirnya itu hanya ijtihad
ulama. Maulud Nabi itu ijtihad ulama. Tujuannya apa? Dengan Maulud Nabi itu
supaya semangat perjuangan jauh lebih besar, terutama mengikuti sunnah.
Jadi, yang paling pokok, Nabi itu diutus untuk diikuti
sunnahnya. Nah, bagaimana sunnah Nabi di dalam mengamalkan Islam? Ini yang
harus kita pahami. Sunnah Nabi dalam mengamalkan Islam sudah ada contohnya.
Sehingga Nabi juga bersabda, "Wa amma amru diinukum fa-ilayya wa antum
a'lamu bi-umuuri dunyaakum" (Kalau urusan dinmu, mengenai Islam,
baik memahaminya maupun cara mengamalkannya, harus kamu ikuti aku). Tegas
Rasulullah. "Wa antum a'lamu bi umuuri dunyaakum," (kamu
lebih tahu urusan duniamu). Apa yang dimaksud dunia? Teknologi, misalnya
ekonomi. Tapi konsep ekonomi, din, harus kembali kepadaku. Tapi administrasi
ekonomi, kamu lebih tahu. Paham tidak ini? Nah, kamu lebih tahu
perkembangannya. Sekarang ada komputer, entah nanti ada apa lagi. Tapi, konsep
ekonomi harus mengikuti ad-din.
Jadi, mengamalkan Islam harus kembali kepada Nabi. Bagaimana
cara nabi mengamalkan Islam? Cara nabi mengamalkan Islam itu bukan diamalkan
sendiri-sendiri seperti sekarang ini. Cara nabi mengamalkan Islam dengan
kekuasaan negara. Jadi, Islam itu diamalkan dengan kekuasaan negara, bukan
diamalkan sendiri-sendiri. Itu cara mengamalkan Islam menurut sunnah Nabi.
Bahkan, itu sunnah Nabi yang paling besar. Malah kadang-kadang sunnah Nabi ini
yang dibesar-besarkan yang pecahan-pecahan, misalnya sunnah cara shalat, sunnah
cara puasa. Itu memang juga betul, harusnya mengikuti sunnah Nabi. Tapi itu
pecahan-pecahan, ada yang lebih global, yang lebih penting daripada itu, yaitu
cara mengamalkan Islam, yaitu dengan sistem kekuasaan negara. Bukan sistem
sendiri-sendiri seperti sekarang ini. Itu sunnah Nabi.
Jadi, kalau kita sekarang ini berjuang menuntut syariat Islam
menjadi konstitusi negara secara resmi 100%, itu bukan persoalan politik. Itu
persoalan aqidah, persoalan iman. Itu memang sunnah Nabi begitu, memerintahkan
kita begitu. Kalau itu di aturan politik, politik aqidah, yang tidak bisa
ditinggalkan. Oleh karena itu, mengamalkan Islam harus pakai undang-undang
negara. Negara harus resmi mengundangkan syariat Islam. Syariat Islam harus
menjadi undang-undang negara yang hidup di dalamnya ummat Islam. Dan itu tidak
bisa ditawar. Itu adalah kewajiban pokok seperti kewajiban shalat dan lain
sebagainya. Begitu. Jadi, contohnya, misalnya semua yang diwajibkan oleh Allah
dalam Qur'an dan sunnah wajib diwajibkan dalam undang-undang negara. Semua yang
dilarang oleh Allah dalam Qur'an dan sunnah itu wajib dilarang oleh
undang-undang dan ada sangsinya. Siapa yang melanggar diberi sangsi. Inilah
cara mengamalkan Islam menurut sunnah Nabi. Dan Islam harus di atas, tidak
boleh diatasi. Undang-undang Islam harus paling atas. Boleh manusia membuat
aturan tapi di bawahnya, tidak boleh mengatasi Islam. Ini kalau kita mau kembali
kepada Islam yang benar.
Setelah kita paham itu, baru akan membentuk sikap nanti. Seperti
pertanyaan tadi, bagaimana menyikapi Islam sekarang ini? Ya, harus kita kritik.
Mana yang salah harus kita luruskan. Mana yang betul harus kita dukung. Yang
salah kita luruskan. Yang salah apa? Misalnya, pemerintah tidak membuat
undang-undang syariat, itu salah besar, dosa, bahkan itu bisa murtad. Faman
lam yahkum bimaa anzalallah fa-ulaa-ika humul kaafiruun (Barang siapa
memimpin negara yang tidak menghukum rakyatnya, tidak mengatur rakyatnya dengan
apa yang diturunkan Allah, mereka itu kafir).
Mau ditafsirkan apa lagi. Kafir kecil, itu hanya akal-akalan
itu. Kafir ya kafir besar, murtad. Kalau sudah kamu tidak mau menghukum
rakyatmu dengan hukum Allah, kafir. Jangankan banyak hukum, satu hukum kamu
bisa musyrik. Satu hukum saja sengaja kamu tinggalkan, kamu tentang, musyrik
kamu, bukan orang Islam. Walaa ta'kuluu mimma lam yudzkarismullah, fa-innahu
rijzun, wa-innasy syayaathiina layuuhuuna ilaa auliyaa-ihim liyujaadiluukum,
wa-in atha'tumuuhum innakum lamusyrikun. Kamu jangan makan binatang yang
disembelih dengan tidak nyebut nama Allah. Ini syari'at ini. Ada perintah
Allah, orang Islam tidak boleh makan binatang yang disembelih dengan tidak
menyebut nama Allah. Ini namanya syari'at.
Ketika ayat ini turun, orang kafir ngejek, apa itu Muhammad itu,
katanya nabi, bikin hukum kok seperti itu. Binatang yang mati kan langsung
disembelih oleh Allah, tidak lewat tangan, kok malah haram. Bangkai itu katanya
disembelih oleh Allah, kan langsung itu Allah mematikan, tidak lewat tangan
manusia. Tapi, yang lewat tangan manusia malah halal. Itu hukum apa?
Seolah-olah kan masuk akal itu. Ketika itu banyak orang yang goncang. Lalu
turun ayat selanjutnya, memang orang kafir memberi wahyu dan isu kepada
pengikut-pengikutnya untuk membantah hukum. Kalau sampai kamu mengikuti
pandangan mereka, kamu musyrik. Innakum lamusyrikum, kamu termasuk orang
musyrik. Satu hukum saja, kalau sampai kita mau menolak satu hukum karena
mengikuti pendapat orang kafir, satu syari'at saja ditolak, musyrik. Apalagi
banyak hukum. Oleh karena itu, maka Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, persoalan
kita yang paling berat sekarang ini persoalan cara mengamalkan Islam, tidak
menyalahi sunnah Nabi, tidak mengikuti sunnah Nabi.
Setelah kita memahami, kita sudah mengerti sekarang ini. Jadi,
arah perjuangan nanti jelas, tidak belok-belok. Setelah kita memahami Islam itu
benar mutlak, bagaimana sikap seorang mukmin terhadap syariat? Sikap seorang
mukmin terhadap syariat, karena syariat Islam itu benar mutlak, maka sikapnya
taat mutlak. Tidak boleh ditawar-tawar. Allah menggambarkan, Innama kaana
qawlul mu'miniina idzaa du'uu ilallahi wa rasuulihi liyahkuma baynahum an
yaquulu sami'naa wa atha'naa wa-ulaa-ika humul muflihun (Sesungguhnya
ucapan orang mukmin itu kalau dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya untuk
mengamalkan hukum-Nya, untuk diatur dengan hukum-Nya tidak ada lain, sami'naa
wa atha'naa, kami dengar dan kami taati).
Bukan kami dengar, kami diskusikan dulu. Kami dengar, kami
seminarkan, tidak begitu. Kami dengar, kami taati. Sebab apa? Kita sudah yakin
kebenarannya, meskipun akal kita kadang-kadang masih belum paham apa
maslahatnya. Tapi yakin yang dari Allah mesti benar. Sekarang saya mau tanya,
Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, kalau naik haji suruh mencium batu hitam itu, Hajar
Aswad, ya kan. Itu benar atau salah itu? Batu kok dicium, bagaimana? Kalau cium
anak, maaf-maaf, cium istri atau suami barangkali masih ... ini cium batu.
Benarnya di mana ini? Apa batu itu ada keramatnya? Setelah mencium lalu badan
jadi wangi, apa begitu? Atau, setelah mencium pulang jadi kaya, apa begitu?
Persoalannya apa? Kok bisa kita mengatakan benar cium batu itu.
Karena itu perintah Allah dan Rasul. Meskipun kita belum tahu
maslahatnya apa. Nanti itu urusan mudah, bisa dipelajari. Tapi, yang penting,
perintah Allah dan Rasul benar, titik. Itu sikap orang beriman. Jadi kalau
sudah ada syari'at Islam, jalani menurut kemampuan, hanya itu saja. Jadi,
jangan dibantah.
Ayat yang lain, Wa maa kaana limu'minin walaa mu'minatin
idzaa qadhallahu wa rasuuluhu amran an yakuuna lahumul khiyaratu min amrihim (Tidak
ada orang mukmin, laki-laki dan perempuan itu, kalau sudah Allah menetapkan
suatu urusan, menetapkan satu syariat, lalu cari pilihan yang lain). Itu
tidak ada. Yang disebut orang mukmin, kalau sudah dihadapkan syariat Islam,
tidak mungkin cari pilihan yang lain. Meskipun syariat itu kelihatannya berat,
tidak mungkin cari aturan yang lain. Itu sifat mukmin. Jadi, sifat mukmin itu
dua. Kalau kita ingin jadi orang mukmin, sikap kita terhadap syari'at: (1) taat
mutlak, (2) tidak mengajukan pilihan. Ini mukmin namanya. Kalau dua atau salah
satu ini tidak ada, bukan mukmin. Itu bukan mukmin. Maka, baik orang mukmin
sebagai rakyat, atau orang mukmin sebagai pemimpin, harus itu sikapnya, taat mutlak.
Tidak ada pilihan lain.
Bagaimana dengan keadaan situasi? Situasi dan kondisi itu kita
disuruh mengamalkan semampunya. Menolak itu jangan. Amalkan, tapi baru satu
persen. Ya sudah satu persen, nanti di hadapan Allah saya hanya kuat satu
persen. Tapi, yang penting mengamalkan. Timbul pertanyaan sekarang ini, kalau
tadi pemimpin Islam diwajibkan memberlakukan syariat Islam dan itu harga mati,
tidak boleh dibantah. Melangkahlah menurut kemampuanmu. Jangan karena
pertimbangan dunia, lalu kamu mundur. Jangan!
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Itu cara sikap seorang mukmin, baik
pemimpin maupun rakyat. Itulah iman yang diterima oleh Allah SWT. Di dalam
Al-Qur'an digambarkan, innamal mu'minuunal ladziina aamanu billahi wa
rasuulihi tsumma lam yartaabu (sesungguhnya yang disebut orang beriman
itu, yaitu orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian tidak
ragu-ragu). Percayanya itu mantap, harga mati. Nabi Ibrahim diperintah
nyembelih anaknya, tidak banyak pikir. Datang kepada anaknya, hai anakku, inni
araa fil manaami annii adzbahuk, fanzhur maa dzaa taraa? (Hai anakku,
aku diperintah, dapat itu dalam mimpi untuk nyembelih kamu. Bagaimana
pendapatmu?). Anaknya juga imannya mantap, tidak banyak mikir. Yaa
abatif'al maa tu'mar, satajidunii insyaa Allahu minash shaabirin (Wahai
ayahku, amalkan apa yang ayah perintahkan, insya Allah ayah jumpai aku sabar
untuk melaksanakan perintah itu). Inilah sikap seorang mukmin. Sekali lagi,
sikap orang mukmin terhadap syariat Islam itu taat mutlak. Dan kedua, tidak
mengajukan pilihan.
Nah, sekarang cara memperjuangkan. Ini tadi sikap, sudah kan.
Cara mengamalkan jelas sistem negara. Sasaran perjuangan sekarang, sasaran
perjuangan yaitu menjadikan syariat Islam menjadi undang-undang negara resmi.
Jangan takut-takut. Jangan malu-malu. Saya ingin negara kita ini, karunia Allah
ini diatur dengan hukum Islam 100%, titik. Lah, itu orang kafir? Orang kafir
tidak dirugikan. Tidak dirugikan sama sekali. Saya kemarin berdebat dengan ...
siapa itu namanya ... (Frans Seda, red) ada itu keluar di majalah Suara
Mujahidin yang terakhir itu. Berdebat dengan dia, saya katakan, mengamalkan
syariat Islam dalam undang-undang negara itu keyakinan kami, itu bukan politik,
bukan keinginan golongan. Itu keyakinan, sebagaimana Anda mempunyai keyakinan
kebaktian di gereja. Apa kalau Anda kami tuntut supaya dihalangi, Anda rela? Ya
tidak rela. Begitu pula Anda harus paham bahwa mengamalkan syariat Islam yang
berbentuk undang-undang negara itu contoh Nabi kami dan itu keyakinan harga
mati, tidak bisa ditawar. Saya bilang begitu sama dia.
"Tapi kan itu nanti kami dipaksa?" Tidak ada paksaan
masuk Islam. Di dalam Islam tidak ada paksaan, laa ikraaha fid diin.
Saya terangkan di situ. Islam tidak boleh memaksa orang kafir masuk Islam.
Apalagi kasar, halus aja tidak boleh. Orang kafir dikasih bantuan, karena perlu
bantuan, datang ke saya, "Ustadz Abu, tolong saya minta bantuan. Saya
perlu hari ini seratus ribu untuk keperluan anak saya ini sakit!" "Baik,
tak kasih 100 ribu, tapi Anda harus masuk Islam!" Itu tidak sah Islamnya.
Tidak boleh. Itu namanya maksa secara halus.
Tapi, "Masuklah Islam supaya Anda itu selamat nanti di
dunia akhirat." Dinasihati. Kalau dinasihati mau, Alhamdulillah. Tidak
mau, ya tidak apa-apa, dinasihati setiap ketemu. Tidak boleh dipaksa. Itu
Islam. Tapi, kalau sudah masuk Islam, dipaksa mengamalkan hukum Islam. Lah, itu
cara Nabi. Bukan cara kita seenaknya sendiri. Shalat ya boleh, dibantu oleh
pemerintah, seolah-olah baik. Tidak shalat juga boleh. Seenaknya sendiri. Tidak
bisa! Masuk Islam, wajib mengamalkan hukum Islam. Hanya, menurut kemampuan.
Yang diwajibkan harus mengamalkan menurut kemampuan. Tidak mau mengamalkan,
dinasihati. Tidak mau, kena sangsi. Begitu ya ... itu dalam Islam.
Jadi, sekarang cara memperjuangkan Islam itu pun kita harus
mengikuti sunnah Nabi. Nabi itu teladan. Jangan dikira teladan hanya dalam
shalat saja. Termasuk mengamalkan Islam juga ada contohnya, memperjuangkan
Islam juga ada contohnya.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Di dalam memperjuangkan Islam,
terutama perjuangan kita dalam menegakkan syariat, itu hubungannya erat dengan
sikap. Kita tadi sudah punya sikap: syariat Islam benar mutlak, harus kita
taati mutlak, kita tidak ada pilihan lain. Maka, memperjuangkan Islam juga
begitu. Kalau memperjuangkan syari'at, itu tidak boleh pakai sistem minta
pendapat orang. Itu tidak boleh. Ada orang yang bilang, ditanya orang,
"Bagaimana kalau Bapak jadi presiden? Apa Bapak akan mengamalkan hukum Islam?"
"Oh, ya, akan saya laksanakan syariat, akan saya undangkan
syariat Islam bila rakyat setuju."
Lah, ini, ibarat shalat, ini kentut, batal. Bila rakyat setuju,
baru syariat Islam diamalkan. Kalau rakyat tidak setuju, ya tidak.
Jawaban ini keliru. Bagaimana syariat Allah harus minta
persetujuan manusia. Tidak bisa! Kenyataannya, gak pakai kenyataan. Kalau
syariat Allah harus begini, ini harga mati. Kami tidak minta persetujuan walaw
karihal kaafiruun. Orang kafir diberi pengertian, kamu tidak dirugikan. Lah,
bagaimana, kita kan negara demokrasi? Demokrasi jangan dipakai untuk mengatur
Islam, demokrasi itu ajarannya orang kafir. Demokrasi itu mengajarkan, kita
berbuat menurut maunya rakyat. Tapi Islam mengajarkan, kita berbuat menurut
maunya Allah. Maunya Allah begini, maunya rakyat harus diatur menurut maunya
Allah. Bukan maunya Allah ditunda karena menunggu maunya rakyat. Tidak begitu.
Tapi, kalau bikin pasar, bikin jalan raya, nah itu boleh berunding dengan orang
kafir. Apalagi kalau dia mempunyai keahlian, harus kita mintai persetujuan. Itu
kebutuhan dia, kita minta persetujuan, berunding. Kalau memang mayoritas setuju
ya kita buat pasar itu. Kan begitu.
Tapi kalau persoalan syari'at, lakum diinukum wa liya diin.
Kami harga mati. Syariat harus jadi undang-undang. Maka, didakwahi, diterangkan
seperti ini, baik dalam Islam maupun orang non-Muslim, harus kita terangkan
yang jelas. Sikap kita itu begini. Maka, dakwah Nabi, atau sistemnya Rasulullah
saw. dalam menegakkan undang-undang Islam itu, manhajnya itu ada dua, yaitu
dakwah dan jihad. Itu cara menegakkan Islam, yaitu dakwah dan jihad. Dakwah
boleh diartikan partai politik di parlemen. Tapi dakwah. Kalau persoalan
syari'at Islam, partai politik Islam, harus pakai tauhid. Tidak mau
dirundingkan, ini kewajiban kami. Dan ini, bahkan di Indonesia, kita punya
bukti-bukti sejak Indonesia ini merdeka, pemerintahnya itu menzalimi Islam luar
biasa. Sejak Sukarno sampai sekarang ini. Pemerintah Indonesia itu menzalimi
Islam. Di mana zalimnya? Melarang Islam sebagai undang-undang negara, padahal
itu sunnah Nabi, padahal itu keyakinan orang Islam.
Jadi, jangan kita itu tertipu dengan dibikinkan masjid. Apalagi
dengan Maulud Nabi, Nuzulul Qur'an di istana. Jangan tertipu itu! Itu memang
konsepnya Yahudi. Ketika Yahudi putus asa untuk memerangi Islam dengan senjata,
maka Yahudi cari sistem lain, yaitu, dalam kitab yang namanya Aladiniyah (?)
yang dikarang oleh Dr. Safar al-Hawali. Dia mengatakan, Yahudi ketika itu
membuat satu sistem bagaimana untuk melumpuhkan Islam. Yaitu, membuat
pemerintahan sekuler, di mana ada pemisahan antara agama dan negara. Atau,
pemerintah setengah sekuler, pura-pura menghargai Islam. Biarkan itu rakyat,
kasih kesempatan shalat, mengamalkan agamanya bebas. Kalau perlu dibantu.
Shalat dibantu, haji dibantu. Ini kan baik seolah-olah, ya kan? Tapi, satu yang
harus tegas, jangan sampai syariat Islam menjadi undang-undang negara. Ini
nasihatnya Yahudi. Nah, ini yang berhasil. Maka, sistem orang kafir memerangi
Islam semacam ini, lebih berbahaya daripada diperangi dengan senjata. Karena,
dengan ini banyak orang bisa tertipu. Wah, itu baik, mereka itu baik, shalat
itu, pemerintahnya shalat, pergi haji juga, apalagi yang kita tuntut? Kita
sudah diberi kebebasan untuk mengamalkan agama, ya bebas yang shalat, ya bebas
tidak shalat, bebas menafsirkan Qur'an menurut yang benar dan menafsirkan
Qur'an menurut orang kafir seperti diamalkan JIL itu. Semua bebas, bubar semua
akhirnya. Ini sebenarnya praktik membunuh Islam sedikit demi sedikit. Yaa
itu... sedikit demi sedikit tidak terasa orang Islam, maka Islam kalau begini
terus akan mati.
Oleh karena itu, kewajiban kita harus kembali kepada sunnah
Nabi. Kita harus tuntuk, kita harus tuntuk menurut kemampuan kita, bahwa Islam
ini harus menjadi undang-undang negara 100 %, tentunya menurut kemampuan. Tapi
itu sikap kita, jangan pakai ngalor ngidul (ke utara, selatan, arahnya
tidak jelas maksudnya, red). Itulah cara menghadapi keadaan sekarang ini.
Alhamdulillah keterangan-keterangan di mana-mana sudah mulai ada hasilnya. Di
mana-mana mulai sudah ada Perda syariat sekarang ini, ya kan, meskipun
tantangannya banyak. Jangan takut dengan tantangan, tidak ada perjuangan tanpa
tantangan.
Amhasibtum an tadhulul jannah walam ya'tikum matsalul
ladziina khalaw min qablikum massathumul ba'saa-u wadh dharra-u wazulziluu
hatta yaquular rasuulu walladziina aamanuu ma'ahu mataa nashrullah (Kamu akan menyangka masuk
surga, padahal belum datang kepadamu kegoncangan, apa namaya kemiskinan,
musibah dan kogoncangan seperti yang pernah terjadi pada orang dahulu sehingga
Nabi dan para pejuang Islam itu mengeluh, kapan ini pertolongan Allah).
Artinya, setiap perjuangan mesti ada tantangan. Hanya,
Bapa-Bapak dan Ibu-Ibu ... di dalam kita menegakkan Islam, harus kita punya
pengertian, menang itu karena pertolongan Allah, bukan karena kehabatan kita.
Menang itu karena pertolongan Allah, kalau datang pertologan Allah, meskipun
kita sedikit, menang, kam min fi-atin qolilatin ghalabat fi-atan katsiiratan
bi-idznillah. Hanya, supaya medapat pertolongan Allah yang harus kita
perbuat dua dalam menegakkan Islam:
(1) niat harus lillahi ta'ala (karena Allah). Jangan ada niat
urusan dunia, percayalah kalau kita itu ikhlas karena Allah, dunia itu ikut
saja. Kalau Allah masih menghendaki kita untuk hidup, mesti di jamin oleh
Allah, tidak usah khawatir, asal jangan cari mewah. Mewah itu nanti di akhirat.
Jadi niatnya karena Allah tok, tidak ada urusan dunia.
(2) Caranya harus mengikut tuntunan syariat. Jangan mengambil
cara-cara orang kafir. Caranya harus menguikut caranya Nabi, yaitu dakwah wal
jihad. Ad-dakwah menerangkan Islam yang benar; apa yang dimaksud jihad, ya
perang. Kalau kita memang sudah dihalangi dengan fisik, ya kita harus angkat,
singsing lengan, karena jihad itu rohnya Islam.
Jadi jangan takut, jihad memang ditakut-takuti dimana-mana,
jihad memang rohnya Islam. Kalau tidak ada jihad, orang Islam tidak punya
kemulyaan. Jihad itu pokok, hati-hati kami tidak memulai, tidak memulai
memerangi orang kafir, kami hanya dakwah, mau menghendaki mengamalkan Islam.
Tapi kalau kami diganggu, kami akan bela, sebab bagi kami syariat Islam itu di
atas segala-galanya. Itu yang harus dipahami. Jadi, dakwah wal jihad. Dakwah
itu menurut caranya Nabi, diterangkan subtansinya, diterangkan apa adanya,
hanya bahasanya supaya yang dipahami oleh rakyat, apa adanya, jadi jangan
dipolitik. Kalau politik tidak ada, dipolitisir itu tidak ada, terang-terangan
sajalah, tapi bahasanya yang dimengerti rakyat.
Yang kedua, sistemnya Nabi kalau sudah dakwah itu tabsyir wa
indzar (memberi berita gembira dan mengancam): kalau kamu mau, surga; kamu
tidak mau, neraka. Jadi, orang itu diancam begitu, itu sistemnya Nabi kalau
dakwah. Kita juga begitu, baik kepada orang kafir maupun kepada sesama orang
Muslim. Hai kamu itu keliru, inilah dalilnya, kalau kamu teruskan, neraka kamu,
meskipun kamu shalat, mari kembali ke Islam, supaya kita masuk ke surga, itu
dakwahya Nabi.
Demikianlah Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Jadi, sikap kita terhadap perjuangan Islam sekarang ini jelas. Kita harus meluruskan dakwah kita menurut sunnah Nabi, niat dan ikhlas caranya menurut syariat. Sasarannya apa, kita memperjuangkan tegaknya syariat. Apa arti tegaknya syariat? Syariat menjadi undang-undang negara resmi, karena itu cara mengamalkan Islam yang benar. Sehingga, Islam membawa rahmatan lil'aalamin. Ini yang jelas kesimpulannya. Apa yang belum saya terangkan mudah-mudahan keterangan saya ini setidak-tidaknya membuka wawasan, kalau keterangan ini benar, semua itu karena datang dari Allah, tapi kalau ada kekeliruannya itu semua dari kelemahan saya.
Demikianlah Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Jadi, sikap kita terhadap perjuangan Islam sekarang ini jelas. Kita harus meluruskan dakwah kita menurut sunnah Nabi, niat dan ikhlas caranya menurut syariat. Sasarannya apa, kita memperjuangkan tegaknya syariat. Apa arti tegaknya syariat? Syariat menjadi undang-undang negara resmi, karena itu cara mengamalkan Islam yang benar. Sehingga, Islam membawa rahmatan lil'aalamin. Ini yang jelas kesimpulannya. Apa yang belum saya terangkan mudah-mudahan keterangan saya ini setidak-tidaknya membuka wawasan, kalau keterangan ini benar, semua itu karena datang dari Allah, tapi kalau ada kekeliruannya itu semua dari kelemahan saya.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Terakhir kali diperbaharui ( Friday, 24 October 2008 )
hthttp://trimudilah.blogspot.com/2010/07/ceramah-ust-abu-bakar
baasyir.
htmltp://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=90&Itemid=37