4 Desember 2011

Apa itu Aqidah Tauhid???


MAKALAH
TAUHID

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Akidah Tauhid
Dosen Pengampu : Dr. Amir Mahfud, M. Pd


Disusun Oleh :
Nama         : Sri Sudarsini
NIM            : 02.7313
Jurusan      : S1 PAI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MAMBA’UL ‘ULUM SURAKARTA
(STAIMUS)
2011

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta puji dan syukur kepada-Nya yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua. Tidak lupa sholawat serta salam saya ucapkan kepada nabi besar Muhammmad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.
Saya sebagai penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas ini mendatang baik dari pembaca maupun dosen pengampu.
Semoga kita semua mendapatkan faedah dan diterangi hati dalam setiap menuntut ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat, terima kasih atas perhatian pembaca sekalian yang budiman.




Karanganyar, 5 Desember 2011



SRI SUDARSINI
NIM : 02.7313





BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama Islam, dimana Tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikanal dengan kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat tersebut dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu.

Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya.

Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju kejayaan demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi.




B.Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:
1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?
2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?
3.Bagaimana tauhid dipadang sebagai dimensi metodologis?
4.Apa saja dimensi isi tauhid?

C.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid
3. Memahami dan mempelajari dimensi metodologi tauhid




BAB II
PEMBAHASAN

1.       PengertianTauhid sebagai intisari peradaban islam
Tauhid, dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhidkan bearti mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah (Kamus besar Bahasa Indonesia, hal. 907). Mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur Alam Semesta. (DR. Abdul Aziz, 1998, hal. 9), Tauhid adalah keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu pun yang menyamai-Nya dalam Zat, Sifat atau perbuatan-perbuatan-Nya. (Prof. Dr. M. Yusuf Musa, 1961, hal. 45) Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya dengan penuh penghayatan, dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan peribadatan selain kepada-Nya, serta membenarkan nama-nama-Nya yang Mulia (asma’ul husna), dan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna, dan menafikan sifat kurang dan cela dari-Nya. (Shalih Fauzan bin Abdullah al Fauzan, hal. 15). Demikianlah pengertian Tauhid menurut para ulama ternama, yang intinya adalah keyakinan akan Esa-nya ketuhanan Allah SWT, dan ikhlasnya peribadatan hanya kepada-Nya, dan keyakinan atas nama-nama serta sifat-sifat-Nya.

2. Bagaimana konsep ajaran tauhid
A. Konsep Ajaran Tauhid
Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat ayat-ayat Allah yang sedikit banyak menyinggung ajaran tauhid ini.Di antaranya adalah :

Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia”. (QS. Al Ikhlas: 1-4 ) 
 
"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran: 18)

 
 “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al Anbiya’: 22 )

Dari sini dapat kita lihat bahwa beriman kepada Allah SWT terwujud dalam empat perkara: Beriman kepada Wujud Allah,Beriman kepada Rububiyah Allah,Beriman kepada Uluhiyah Allah , Beriman kepada Asma’ dan shifat Allah.

Macam-macam Tauhid :
1.      TAUHID RUBUBIYAH
Mengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :
 
"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia Mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu". (QS. Ar-Ra'd: 2)

Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali). Dan dalam terminologi syariat Islam, istilah Tauhid Rububiyah berarti:
Percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.” (DR. Ibrahim bin Muhammad, hal. 141-142)

2.      TAUHID ASMA’ dan SIFAT
Firman Allah :
  
“Dan Allah memiliki Asma’ul Husna (Nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf: 180)
Pengertian dari Tauhid Asma’ dan Sifat adalah mempercayai bahwa hanya Allah yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan. (Ensiklopedi Islam, jild. V, hal. 92) Atau menetapkan asma’ dan sifat Allah berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al Qur’an maupun sunnah Rasul-Nya. (DR. Abdul Aziz, hal. 24).

3.      TAUHID ULUHIYAH
Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid dari tiga macam Tauhid yang ada, yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah manusia harus bertuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah serta tidak kepada yang lain. Makna Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. (DR. Abdul Aziz bin M. Alu Abdullatief, hal. 13).Tauhid Uluhiyah merupakan ujung ruh Al Qur’an, yang karenanya para Rasul diutus, yang karenanya ada pahala dan siksa, dan karenanya keikhlasan beragama kepada Allah terealisasi. (Ibnu Taimiyah, Menghindari pertentangan Wahyu dan Akal, hal. 30). Ayat al Qur'an yang menerangkan tentang Tauhid jenis ini adalah:

"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (QS. Yasin: 60 - 61)

B. Tauhid sebagai dimensi metodologi
Sebagai intisari peradaban Islam, tauhid mempunyai dua segi atau dimensi : segi metodologis dan konseptual. Yang pertama menentukan bentuk penerapan dan implementasi prinsip pertama peradaban; yang kedua menentukan prinsip pertama itu sendiri.

Dimensi Metodologis
Dimensi metodologis meliputi tiga prinsip; yaitu kesatuan, rasionalisme, dan toleransi. Ketiganya ini menentukan bentuk peradaban Islam. Tak ada peradaban tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur peradaban tidak bersatu, berjalin , dan selaras satu dengan lainnya, maka unsur-unsur itu bukan membentuk peradaban, melainkan himpunan campur-aduk. Prinsip menyatukan berbagai unsur dan memasukkan unsur-unsur itu di dalam kerangkanya sangat penting. Prinsip seperti ini akan mengubah campuran hubungan unsur-unsur satu dengan lainnya menjadi bangunan rapi dimana tingkat prioritas atau derajat kepentingan dapat dirasakan.

Peradaban Islam menempatkan unsur-unsur dalam bangunan rapi dan mengatur eksistensi serta hubungannya berdasarkan pola yang seragam. Unsur-unsur itu sendiri ada yangasli dan ada yang berasal dari luar. Tidak ada peradaban yang tidak mengambil unsur dari luar. Yang penting adalah bahwa peradaban mencerna unsur itu, yaitu mempola kembali bentuk dan hubungannya sehingga menyatu ke dalam sistemnya sendiri. “Membentuk” unsur itu dengan bentuknya sendiri sebenarnya mengubahnya menjadi realitas baru sehingga unsur itu tak lagi eksis sebagai unsur itu sendiri, namun sebagai komponen integral peradaban baru. Ini bukanlah argumen menentang peradaban bila peradaban itu semata-mata hanya menambah unsur-unsur asing. Atau bila peradaban melakukannya dengan cara terpotong-potong, tanpa pembentukan ulang, penambahan, atau integrasi. Persisnya, unsur-unsur ini semata-mata ada bersama (co-exist) dengan peradaban. Secara organis, unsur-unsur itu bukan bagian dari peradaban itu. Namun jika peradaban ini telah berhasil mengubah mereka dan mengintegrasikannya ke dalam sistemnya, maka proses integrasi menjadi indeks vitalitas, dinamisme dan kreativitasnya.

Dalam setiap peradaban integral, dan tentu saja dalam Islam, unsur-unsur pembentuknya, baik unsur material, struktural atau relasional, semuanya diikat oleh satu prinsip utama. Dalam peradaban Islam, prinsip utama ini adalah tauhid. Inilah tongkat pengukur utama orang Islam, pembimbing dan pencarinya dalam berhadapan dengan agama dan peradaban lain, dengan fakta atau situasi baru. Yang sejalan dengan prinsip ini diterima dan diintegrasikan. Yang tidak sejalan ditolak atau dikutuk.

Tauhid atau doktrin keesaan, transenden, dan doktrin keutamaan Tuhan, mengandung arti bahwa hanya Dia yang patut disembah dan dilayani. Orang yang taat akan hidup berdasarkan prinsip ini. Dia akan berupaya menyelaraskan perbuatannya dengan pola ini, melaksanakan maksud Ilahiah. Karena itu, kehidupannya harus menunjukkan kesatuan pikiran dan kehendaknya, tujuan utama pengabdiannya. Kehidupannya tak akan merupakan serangkaian peristiwa yang disatukan dengan kacau balau. Tetapi, kehidupannya akan dihubungkan dengan satu prinsip utama, diikat oleh kerangka tunggal yang menyatukan mereka menjadi kesatuan tunggal. Dengan demikian, kehidupannya memiliki gaya tunggal, bentuk yang integral – singkatnya Islam. 

Rasionalisme.
Sebagai prinsip metodologis, rasionalisme membentuk intisari peradaban Islam. Rasionalisme terdiri atas tiga aturan atau hukum : pertama, menolak semua yang tidak berkaitan dengan realitas; kedua, menafikan hal-hal yang sangat bertentangan; ketiga, terbuka terhadap bukti baru dan/ atau berlawanan. Hukum pertama melindungi seorang muslim dari membuat pernyataan yang tidak terujji, tidak jelas terhadap ilmu pengetahuan.Pernyataan yang kabur, menurut Al-Qur’an, merupakan contoh zhann (pengetahuan yang menipu) dan dilarang oleh Tuhan, sekalipun tujuannya dapat diabaikan. Seorang muslim dapat didefinisikan sebagai orang yang pernyataannya hanyalah kebenaran. Hukum kedua melindunginya dari kontradiksi di satu pihak, dan paradoks di pihak lain.

Rasionalisme bukan berarti pengutamaan akal atas wahyu tetapi penolakan terhadap kontradiksi puncak antara keduanya. Rasionalisme mempelajari tesis-tesis yang bertentangan berulang-ulang, dengan anggapan bahwa pasti ada segi pemikiran yang terlewat yang jika dipertimbangkan akan mengungkapkan hubungan yang bertentangan. Rasionalisme juga menggiring pembaca wahyu- bukan wahyu itu sendiri – kepada bacaan lain. Bila dia menangkap makna yang tak jelas yang kemudian dipikirkannya kembali, maka akan menghapus kontradiksi yang tampak. Perujukan pada akal atau pemahaman demikian akan memiliki pengaruh penyelarasan bukan wahyu itu sendiri – wahyu tak dapat dimanipulasi manusia – tetapi penafsiran atau pemahamann insani seorang muslim akan wahyu. Ini menjadikan pemahamannya akan wahyu sejalan dengan bukti kumulatif yang disingkapkan akal. Penerimaan terhadap sesuatu yang bertentangan atau paradoks sebagai suatu kebenaran hanya menarik orang-orang berpandangan picik. Muslim yang cerdas adalah seorang rasionalis karena dia menegaskan kesatuan dua sumber kebenaran yaitu wahyu dan akal.
Hukum ketiga, keterbukaan terhadap bukti baru atau yang bertentangan, melindungi seorang muslim dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme yang menyebabkan stagnasi. Hukum ketiga ini mencontohkan dia kepada kerendahan hati intelektual. Memaksanya menambahkan pada penegasan dan penyangkalannya ungkapan “Allahu a’lam” (Allah yang lebih tahu). Karena dia yakin bahwa kebenaran lebih besar daripada yang dapat dikuasainya.
Sebagai penegasan akan keesaan mutlak Tuhan, tauhid merupakan penegasan keesaan kebenaran. Karena Tuhan, dalam Islam adalah kebenaran. Keesaan-Nya merupakan keesaan sumber-sumber kebenaran. Tuhan adalah Pencipta alam dari mana manusia mendapat pengetahuannya. Tujuan pengetahuan adalah pola-pola alam yang merupakan karya Tuhan. Jelas Tuhan mengetahui semuanya karena Dialah penciptanya; dan Dialah sumber wahyu. Dia memberi manusia pengetahuan-Nya; dan pengetahuan-Nya mutlak dan universal. Tuhan tidak menipu, tidak dengki, tidak menyesatkan. Dia juga tidak mengubah keputusan-Nya seperti yang dilakukan manusia ketika membetulkan pengetahuan-Nya, kehendaknya, atau keputusannya. Tuhan adalah sempurna dan maha tahu. Dia tak pernah salah. Kalau pernah, Dia tidak akan menjadi Tuhan trasenden agama Islam.

Toleransi
Toleransi. Sebagai prinsip metodologis, toleransi adalah penerimaan terhadap yang tampak sampai kepalsuannya tersingkap. Dengan demikian toleransi relevan dengan epistemologi. Ia juga relevan dengan etika sebagai prinsip menerima apa yang dikehendaki sampai ketaklayakannya tersingkap. Yang pertama disebut sa’ah; yang kedua yusr. Keduanya melindungi seorang muslim dari menutup diri terhadap dunia dari konservatisme. Keduanya mendesaknya untuk menegaskan dan mengatakannya terhadap kehidupan, terhadap pengalaman baru. Keduanya mendorongnya untuk menyampaikan data baru dengan pikirannya yang tajam, usaha konstruktifnya. Dan dengan demikian memperkaya pengalaman dan kehidupannya, dan selalau memajukan budaya dan peradabannya.
Sebagai prinsip metodologis di dalam intisari peradaban Islam, toleransi adalah keyakinan bahwa Tuhan tidak membiarkan umat-Nya tanpa mengutus rasul dari mereka sendiri. Rasul yang akan mengajarkan bahwa tak ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa mereka patut menyembah dan mengabdi kepada-Nya, untuk memperingatkan mereka bahaya kejahatan dan penyebabnya.

Dalam hubungan ini, toleransi adalah kepastian bahwa semua manusia dikaruniai sensus communis, yang membuat manusia dapat mengetahui agama yang benar, mengetahui kehendak dan perintah Tuhannya. Toleransi adalah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi karena sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang dan waktunya yang berbeda, prasangka, keinginan, dan kepentingannya. Di balik keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang mana manusia lahir bersamanya sebelum akulturasi membuat manusia menganut agama ini atau itu. Toleransi menuntut seorang Muslim untuk mempelajari sejarah agama-agama. Tujuannya untuk menemukan di dalam setiap agama karunia awal Tuhan, yang diajarkan oleh rasul-rasul yang diutus-Nya di segenap tempat dan waktu. Dalam agama-dan hampir tak ada yang lebih penting dalam hubungan manusia-toleransi mengubah konfrontasi dan saling kutuk antar agama menjadi kerjasama penelitian ilmiah tentang asal-usul dan perkembangan agama. Tujuannya memisahkan penambahan historis dari wahyu awal yang diterima. Dalam etika, semua bidang penting berikutnya, yusr; mengebalkan seorang Muslim dari kecenderungan menolak kehidupan. Yusr membuatnya memiliki optimisme yang diperlukan untuk menjaga kesehatan, keseimbangan, dan kebersamaan, meski kehidupan manusia ditimpa berbagai tragedy dan penderitaan. Tuhan menjamin makhluk-Nya bahwa “dengan kesulitan, Kami menetapkan kemudahan [yusr]”. Dan karena Dia memerintahkan mereka untuk menguji setiap pernyataan dan memastikannya sebelum menilai, maka kaum ushuli (ahli fiqih) melakukan eksperimentasi sebelum menilai kebaikan atau keburukannya, yang tidak bertentangan dengan perintah Ilahiah yang pasti.

Sa’ah dan yusr langsung berasal dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika. Tuhan, yang menciptakan manusia agar manusia dapat membuktikan dirinya berguna, telah membuatnya bebas dan mampu bertindak positif di dunia. Menurut Islam, melaksanakan hal itu adalah maksud eksistensi manusia di bumi.
C.Dimensi isi tauhid
Tauhid mempunyai beberapa dimensi isi tauhid sbb:
1. Tauhid sebagai prinsip pertama metafisika
Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah berarti berpendapat bahwa Dialah Pencipta yang mewujudkan segalanya. Dialah sebab utama setiap kejadian, dan tujuan akhir segala yang ada, bahwa Dialah Yang Pertama dan Terakhir. Bersaksi dengan kebebasan dan keyakinan, secara sadar memahami isinya, berarti menyadari bahwa segala di sekitar kita, baik benda atau kejadian, semua yang terjadi di bidang alam, sosial, atau psikis, adalah tindakan Tuhan, pelaksanaan dari satu atau lebih tujuan-Nya. Begitu tercipta, realisasi seperti itu menjadi hakikat kedua manusia, yang tak dapat dipisahkan darinya selama terjaga. Sehingga manusia akan hidup di bawah bayang-bayangnya. Dan dimana manusia mengetahui perintah dan tindakan Tuhan dalam setiap objek dan peristiwa, maka dia mengikuti inisiatif Tuhan karena ini semua perintah Tuhan. Mengamati inisiatif Tuhan dalam alam ebrarti melaksanakan ilmu alam. Karena inisiatif Ilahiah dalam alam tak lain daripada hukum-hukum yang tak berubah yang diaugerahkan Tuahn kepada alam. Mengamati inisiatif Ilahiah dalam diri seseorang atau dalam masyarakat berarti mempelajari ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial. Dan jika seluruh alam semesta sendiri benar-benar menyingkapkan atau memenuhi hukum alam in, yang adalah perintahdan kehendak Tuhan, maka alam semesta, menurut orang Muslim merupakan teater hidup yang digerakkan oleh perintah Tuhan. Teater itu sendiri, dan segala isinya, dapat dijelaskan dengan istilah-istilah ini. Keesaan Tuhan berarti bahwa Dialah Sebab segalanya.


4.   Tauhid sebagai prinsip pertama etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan Maha Esa menciptakan manusia dalam bentuk terbaik, untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Ini berarti bahwa seluruh keberadaan manusia di muka bumi bertujuan mematuhi Tuhan, menjalankan perintah-Nya. Tauhid juga menegaskan bahwa tujuan ini termasuk kekhalifahan manusia di muka bumi. Karena, menurut Al-Qur’an, Tuhan telah memberikan amanat-Nya kepada manusia, amanat yang tak mampu dipikul langit dan bumi, dan yang mereka hindari dengan ketakutan. Amanat tuhan adalah pelaksanaan bagian etika dari kehendak Tuhan. Hakikatnya menuntut bahwa amanat itu diwujudkan dalam kebebasan dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu melakukannya. Dimanapun kehendak Tuhan diwujudkan sesuai kebutuhan hukum alam, perwujudannya bukan moral, tetapi mendasar (elemental) atau bermanfaat (utilitarian). Hanya manusia yang mampu mewujudkannya dengan kemungkinan melakukan atau tidak melakukannya sama sekali, atau melakukan sebaliknya atau sebagian. Kemerdekaan manusia untuk mematuhi perintah Tuhanlah yang menjadikan pelaksanaan perintah moral.
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan, yang pemurah dan bertujuan, tidak menciptakanmanusia secara main-main, atau sia-sia. Dia menganugerahkan manusia dengan panca indera, akal dan pemahaman, menjadikannya sempurna – dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya- untuk mempersiapkannya menunaikan tugas besar ini.

5.   Tauhid sebagai prinsip pertama aksiologi
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan umat manusia agar manusia dapat membuktikan diri bernilai secara moral melalui perbuatannya. Sebagai Hakim agung dan akhir,Dia memperingatkan bahwa semua perbuatan manusia akan diperhitungkan ; bahwa perbuatan baik mereka akan diberi pahala, dan perbuatan buruk mereka akan diberi hukuman. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa Tuhan menempatkan manusia di muka bumi agar manusia mendiaminya. Agar manusia dapat bekerja di atas bumi, memakan buah-buahnya, menikmati kebaikan dan keindahannya, dan memakmurkan bumi dan dirinya. Inilah penegasan dunia : menerima dunia karena dunia tidak berdosa dan baik, diciptakan oleh Tuhan dan diatur oleh-Nya untuk dimanfaatkan manusia. Segala yang ada di dunia ini, termasuk matahari dan bulan, tunduk kepada manusia. Semua ciptaan merupakan teater bagi manusia untuk melakukan perbuatan etikanya sehingga mewujudkan bagian yang lebih tinggi dari kehendak Ilahi. Manusia bertanggung jawab untuk memuaskan naluri dan kebutuhannya, dan setiap orang bertanggung jawab satu sama lain. Manusia berkewajiban mengembangkan sumber daya manusia ke tingkat yang tertinggi yang mungkin, sehingga semua karunia alam dapat sepenuhnya dimanfaatkan. Dia berkewajiban mengubah bumi menjadi kebun buah yang produktif dan taman indah. Dalam proses ini dia dapat mengeksplorasi matahari dan bulan jika perlu. Tentu saja manusia harus menemukan dan mempelajari pola-pola alam, jiwa manusia, masyarakat. Dia harus mengindustrikan dan mengembangkan dunia agar dunia menjadi taman dimana Firman Allah diagungkan.

6.   Tauhid sebagai prinsip pertama masyarakat
Tauhid menegaskan bahwa “umatmu ini umat yang satu, yang Tuhannya adalah Allah. Karena itu sembah dan mengabdilah pada-Nya” Tauhid berarti bahwa orang orang-orang beriman adalah bersaudara , yang anggotanya saling mencintai dalam Tuhan, mereka saling menasihati untuk berlaku adil dan sabar. Mereka semua berpegang pada tali Allah, dan tidak berpisah satu sama lain, mereka saling berurusan, menganjurkan kebaikan dan melarang kejahatan; mereka menaati Allah dan Nabi-Nya.

7.   Tauhid sebagai prinsip pertama estetika
Tauhid berarti menyingkirkan Tuhan dari segenap bidang alam. Segala yang diciptakan adalah makhluk, nontrasenden, tunduk kepada hukum ruang dan waktu. Semuanya ini tak mungkin Tuhan dalam arti apapun, khususnya arti ontologis yang dinafikan tauhid, sebagai intisari monoteisme. Tuhan sama sekali bukan ciptaan, sama sekali bukan alam, dan karena itu Tuhan transenden. Dialah satu-satunya wujud yang trasenden. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa tak ada yang menyerupai-Nya, sehingga tidak ada ciptaan yang menyerupai atau melambangkan Tuhan, tak ada yang dapat mewakili-Nya. Jelas secara definisi Dia tak tergambarkan. Tuhan adalah Dia yang tak ada lembaga estetis apapun yang mungkin.




BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan inti pokok agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang mutlak dan tidak ada yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan :

“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An-nam:82)

Rosullullah bersabda,
“Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)

B.Saran
Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan faktor terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita sebagai generasi penerus perjuangan Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk mengimplementasikan konsep tauhid dalam semua segi kehidupan kita. Pada akhirnya kita berharap dan berdo'a kepada Allah SWT supaya mengembalikan kejayaan ummat ini dengan konsep tauhid yang kita amalkan.



DAFTAR PUSTAKA


-          Bachtiar, Surin. 1979. Terjemah & Tafsir Al-Qur'an. Bandung: Penerbit Fa. Sumatra.
-          Tim Penyusun Kamus. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
-          Fauzan, Abd. Fauzan. 1998 at-Ta’liq al-mukhtashar al-Mufid 'ala kitabi at-Tauhid lissyaikh muhammad ibn 'abdul Wahhab. Ponorogo : Darussalam Press
-          Musa, Prof. Dr. M. Yusuf. 1961 Islam suatu kajian komprehensif (Terj.). Jakarta: Rajawali Press.
-          2002 Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi
-          Abdul Latief, M. Alu, DR. Abdul Aziz. 1998 Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, Jakarta: Darul Haq.
-          Taimiyah, Ibnu. 2004 Menghindari Pertentangan Akal dan Wahyu. Malang: Pustaka Zamzami.
-          Al-Faruqi, Ismail R dan Lois Lamiyah. 1998. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang (terjemahan). Bandung: Mizan.

Kapan waktu yang tepat untuk bertaubat???




Ramadhan
Saat Tepat untuk Taubat

Jama'ah shalat tarawih yang dirahmati Allah,
Selain dikenal sebagai syahrul shiyam, syahrul qiyam, syahrus shabr, syahrut tarbiyah, dan syahrul jihad, Ramadhan juga dikenal sebagai syahrut taubah. Disebut sebagai syahrut taubah karena Ramadhan memang saat yang tepat untuk bertaubat. Dan sebaik-baik taubat adalah taubat yang segera, tanpa menunggu dan menunda-nunda. Dengan demikian, terkumpullah dua keutamaan jika kita bertaubat saat ini: keutamaan karena Ramadhannya, dan keutamaan karena menyegerakan taubat.


Dan bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu
(QS. Ali Imran : 133)
Allah Menyambut Gembira Hamba-Nya yang Bertaubat
Allah SWT menyeru kita dengan ayat di atas untuk menyegerakan taubat. Juga dalam ayat yang lainnya:

Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha (QS. At-Tahrim : 8)
Sebab Allah menghendaki hamba-Nya memperoleh ampunan dan surga. Subhaanallah! Sungguh Dia maha penyayang kepada hamba-hamba yang beriman kepada-Nya.


Dan Allah menyeru kalian kepada surga dan ampunan dengan izin-Nya (QS. Al-Baqarah : 221)

Maka tidakkah kita bergegas menuju ampunan-Nya dengan bertaubat di bulan Ramadhan ini. Jika kita penuhi seruan Allah, seruan kasih sayang agar kita bertaubat pada-Nya, sungguh, bukan saja kita akan bergembira dengan ampunan dan surga-Nya kelak, namun Allah juga gembira ketika kita mau bertaubat. Kegembiraan Allah bahkan lebih besar daripada seorang musafir yang menemukan kembali untanya setelah hilang di gurun sahara berikut segala perbekalan yang ada padanya. Sabda Rasulullah SAW yg berarti:

Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat kepada-Nya daripada (kegembiraan) seseorang yang menunggang untanya di tengah gurun sahara yang sangat tandus, lalu unta itu terlepas membawa lari bekal makanan dan minumannya. Ia putus harapan untuk mendapatkannya kembali. Kemudian dia menghampiri sebatang pohon lalu berbaring di bawah keteduhannya karena telah putus asa mendapatkan unta tunggangannya mtersebut. Ketika dia dalam keadaan demikian, tiba-tiba ia mendapati untanya telah berdiri di hadapannya. Lalu segera ia menarik tali kekang unta itu sambil berucap dalam keadaan sangat gembira: Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhan-Mu." Dia salah mengucapkan karena sangat gembira. (HR. Muslim)

Apapun Dosa Kita, Bertaubatlah
Ada dua titik ekstrim bagi orang yang berdosa. Ekstrim pertama adalah mereka yang merasa dosanya terlalu besar hingga putus asa dari ampunan Allah. Maka, ia pun tidak kunjung bertaubat karena kekhawatiran taubatnya tidak diterima. Ekstrim kedua adalah mereka yang merasa dosadosanya mudah terhapus, hanya dosa-dosa kecil, sehingga membuatnya berlarut-larut dalam dosa demi dosa.

 Kalaupun bertaubat, ia hanya melakukan taubat sambal. Sekarang berhenti, nanti atau besok kembali mengulangi. Tidak pernah sungguh-sungguh melakukan taubat nasuha. Untuk ekstrim pertama, lihatlah bagaimana seorang yang telah membunuh 99 nyawa. Saat ia bertanya kepada ahli magama apakah ada kesempatan bertaubat, ternyata dijawab tidak bisa. Lalu ia pun dibunuh sebagai orang ke-100 yang mati di tangannya. Niatnya bertaubat tidak berhenti. Ketika bertemu seorang alim, ia pun mengajukan pertanyaan yang sama. Oleh sang alim ini dijawab kalau dosanya bisa diampuni. Dan sebagai upaya taubat nasuha, ia dianjurkan hijrah ke suatu daerah yang kondusif bagi taubatnya. Di tengah jalan, ia meninggal. Hingga berdebatlah malaikat rahmat dan malaikat azab, orang ini menjadi urusan siapa.
Keduanya lalu mengadukan perselisihan ini kepada Allah yang berkahir dengan ampunan bagi pembunuh yang benarbenar berniat bertaubat ini. Subhaanallah!

Contoh lain dialami oleh seorang wanita dari Juhanah. Ia yang tengah hamil datang kepada Rasulullah SAW. Ia mengaku telah berzina dan kini ia hamil. Wanita itu bertaubat dan meminta ditegakkan hudud (rajam) atasnya. Rasulullah menyuruh wanita itu kembali untuk menjaga kandungannya sampai bayinya lahir. Setelah berselang beberapa lama dan bayinya telah lahir, wanita itu datang lagi meminta dirajam. Akhirnya ia dirajam. Rasulullah menshalatkan jenazahnya.

"Ya Rasulullah, engkau menshalatinya padahal ia telah berbuat zina?" tanya Umar bin Khatab meminta penjelasan. Maka Rasulullah SAW bersabda: Sungguh dia telah bertaubat. Seandainya taubatnya dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, taubat itu pasti mencukupinya. Apakah kamu menjumpai seseorang yang lebih utama daripada seorang yang mengorbankan dirinya
untuk Allah Ta'ala? (HR. Muslim)

Pembagian Dosa
Jama'ah shalat tarawih yang dirahmati Allah,
Imam Al-Ghazali di dalam Ihya' Ulumuddin menyebutkan sifat-sifat pembangkit dosa yang kemudian diringkas oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin. Menurut beliau, sifat pembangkit dosa dibagi menjadi empat:

1.        Sifat rububiyah (ketuhanan). Dari sini muncul takabur, membanggakan diri, mencintai pujian dan sanjungan, mencari popularitas, dan lain sebagainya. Ini termasuk dosa-dosa yang merusak, sekalipun banyak orang yang melalaikannya dan menganggap bukan dosa
2.         Sifat syaithaniyah (kesetanan). Dari sini muncul kedengkian, kesewenang-wenangan, mnipu, berdusta, makar, kemunafikan, menyuruh pada kerusakan, dan lain-lain.
3.        Sifat-sifat bahamiyah (kebinatangan). Dari sini muncul kejahatan, memenuhi nafsu perut dan syahwat kemaluan, zina, homoseks, mencuri, dan lain-lain
4.        Sifat sabu'iyah (kebuasan). Dari sini muncul amarah, dengki, menyerang orang lain, membunuh, merampas harta, dan lain-lain.

Diantara empat sifat itu, penjenjangannya bermula dari bahamiyah. Bahamiyah yang dominan lalu diikuti oleh sabu'iyah, kemudian syaithaniyah dan rububiyah. Dari keempat jenis itu, menurut sasarannya, dosa dibagi menjadi dua, yakni dosa yang berkaitan dengan hak Allah dan dosa yang berkaitan dengan hak sesama manusia. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah SWT ada yang diampuni dan ada yang tidak diampuni. Yang tidak diampuni adalah dosa syirik, sementara dosa yang lain akan diampuni oleh Allah SWT, jika Dia Menghendaki. Sedangkan dosa kepada sesama manusia akan diampuni oleh Allah jika hak itu telah dihalalkan atau ditegakkan qishah atasnya di akhirat nanti.

Rasulullah SAW bersabda:
 Kezaliman itu ada tiga: kezaliman yang Allah tidak meninggalkannya, kezaliman yang mendapat ampunan, dan kezaliman yang tidak mendapat ampunan. Kezaliman yang tidak mendapat ampunan adalah syirik, maka Allah takkan mengampuninya. Kezaliman yang mendapat ampunan adalah kezaliman antara hamba kepada Rabb-nya. Sedangkan kezaliman yang tidak akan ditinggalkan/dibiarkan Allah adalah kezaliman antar manusia, maka Allah akan memberi qashah sebagian atas sebagian lainnya. (HR. Thayalisi, dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah)

Yang paling umum, biasanya dosa dibagi menjadi dua: dosa besar dan dosa kecil. Jika kita telusuri hadits, dosa besar yang biasa disebutkan adalah syirik, sihir, riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukminah yang baik sebagai pezina. Tujuh jenis dosa besar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Sedangkan dalam riwayat Imam Bukhari yang lain disebutkan durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar, sedangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan pula perkataan atau kesaksian palsu. Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin menyebutkan pendapat Abu Thalib Al-Makki yang merinci dosa besar menjadi 17 jenis. 4 jenis di hati: syirik, fasiq, putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari tipudaya-Nya. 4 jenis di lidah: kesaksian palsu, menuduh wanita mukminah, sumpah palsu, dan sihir. 3 di perut: minum khamr, memakan harta yatim, dan riba. 2 di kemaluan: zina dan homoseks. 1 di kaki: lari dari medan perang. Dan 1 di seluruh badan: durhaka pada orang tua.

Jangan Remehkan Dosa Kecil

Jama’ah sholat tarawih yang dirahmati Allah,
Seringkali kita terjebak pada sikap meremehkan dosa kecil. Saat kita ghibah, bercanda yang sudah masuk kategori rafats (porno), bahkan bergaul dengan lawan jenis yang tidak islami, kita beralasan "itu kan dosa kecil, tidak apa-apa". Padahal orang yang meremehkan dosa ia tidak sadar sedang berhadapan dengan siapa. Siapakah yang ia maksiati? Allah SWT yang Maha Besar dan Maha Keras adzab-Nya. Juga, tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.

Tidak ada dosa kecil selagi terus dikerjakan, (HR. Dailami)

Ibarat sebuah bintik noda, dosa kecil pun akan mengotori hati. Semakin banyak dosa semakin banyak pula noda di hati Sesungguhnya, apabila seorang mukmin berbuat dosa, maka muncul bintik hitam dalam kalbunya. Kemudian jika ia bertaubat, meninggalkan dosa dan memohon ampun, maka hatinya bersih. Dan jika dosa-dosanya bertambah, bintik hitam itupun bertambah (HR. Ibnu Majah dan Ahmad, "hasan")

Marilah Bertaubat Sebelum terlambat
Jama'ah shalat tarawih yang dirahmati Allah,
Marilah kita sambut seruan Allah untuk bertaubat sebelum kita terlambat. Kini Allah menganugerahkan momentum yang luar biasa kepada kita untuk menjalani taubatan nasuha. Ramadhan yang sangat kondusif dengan amal shalih dan minim pengaruh negatif dibandingkan bulan lainnya, adalah kesempatan berharga yang belum tentu datang lagi kepada kita. Bukankah kita tidak pernah bisa menjamin bahwa kita akan tetap hidup sampai Ramadhan berikutnya jika kita menunda taubat saat ini? Dan bukankah pintu taubat akan ditutup saat kita mengalami sakaratul maut?

Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selagi ia belum sekarat (HR. Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban, dan Abu Ya'la)

Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yang berbuat maksiat di siang hari bertaubat, dan Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat maksiat di malam hari bertaubat. (Demikian itu tetap terjadi) sampai matahari terbit dari barat. (HR.Muslim)

Terlalu banyak pengalaman yang menunjukkan kepada kita bahwa kematian datang tanpa memandang apakah seseorang masih muda atau sudah tua, miskin atau kaya, juga dalam kondisi sehat atau sakit-sakitan? Bukankah jalan kematian bukan hanya lewat sakit di usia tua? Kematian bisa datang lewat kecelakaan kerja, kecelakaan di jalan raya, sakit mendadak, dan juga bencana serta berjuta cara yang tidak pernah bisa kita tebak dengan cara apa ia datang kepada kita.

Syarat Bertaubat
Imam An-Nawawi di dalam Riyadhus Shalihin menyampaikan syarat bertaubat secara singkat dalam tiga langkah. Pertama, berhenti dari dosa yang dilakukan. Kedua, menyesali dosa yang telah dilakukan. Dan ketiga, bertekad untuk tidak mengulangi dosa itu. Itu jika bertaubat terhadap dosa yang berkaitan dengan hak Allah.

Sedangkan jika dosa berkaitan dengan hak manusia, maka syarat taubat ditambah satu lagi, yaitu membebaskan diri dari hak manusia tersebut. Pembebasan ini tentu dengan penghalalan dari yang terzalimi atau mendapat keikhlasandarinya.

Maka orang yang minum khamr dalam kesendirian misalnya, untuk bertaubat cukup ia berhenti minum khamr, menyesalinya, dan tidak mengulanginya. Namun jika seseorang mencuri harta orang lain, selain tiga langkah tersebut ia harus mendapat maaf dari orang yang dicuri dengan mengembalikan hartanya atau mendapatkan kehalalan darinya.

Semoga Ramadhan yang juga disebut syahrut taubah ini kita manfaatkan bersama sebagai momentum taubatan nasuha. Dan karenanya Allah menganugerahkan ampunan dan surga- Nya kepada kita. Allaahumma aamiin. Wallaahu a'lam bish shawab.

My New Style

My New Style

My Family

My Family
Miyya Kak Cintha and Family

Prambanan In Action

Prambanan In Action

Kakak Miya

Kakak Miya

PKN STAIMUS 2013

PKN STAIMUS 2013
Mahasiswa PKN dan Peserta Lomba TPQ

PKN 2013 STAIMUS

PKN 2013 STAIMUS


Entri Populer