5 Juni 2012

Dasar-dasar Pendidikan dalam Al-Qur'an



Dasar-dasar Pendidikan dalam Al-Qur'an


Sebagaimana diketahui bahwa Islam adalah agama universal dan menyeluruh, ia mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam urusan-urusan duniawi maupun hal-hal yang menyangkut akhirat. Pendidikan adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karena itu, dasar-dasar pendidikan Islam inheren dengan sumber utama ajaran Islam itu sendiri. Dalam artian bahwa pendidikan Islam bersumber dari prinsip-prinsip Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Itu artinya bahwa al-Qur'an merupakan dasar utama pendidikan Islam, karena itu kita tidak boleh lepas dan senantiasa menjadikan al-Qur'an sebagai dasar dan sumber dalam melakukan proses pendidikan.
 Al-Qur'an sebagai kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad menjadi dasar sumber pendidikan Islam yang utama dan pertama. Al-Qur'an menempati posisi yang paling sentral sebagai dasar dan sumber pendidikan Islam. Oleh karena itu, segala kegiatan dan proses pendidikan Islam harus senantiasa berorientasi pada prinsip dan nilai-nilai al-Qur'an. Dalam hal ini menurut Azyumardi Azra bahwa al-Qur'an sebagai dasar pendidikan Islam mengandung beberapa hal positif bagi pengembangan Pendidikan, yaitu antara lain penghormatan dan penghargaan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia dan memelihara keutuhan dan kebutuhan sosial.
 Kelebihan al-Qur'an sebagai dasar pendidikan Islam tampak pada metodenya yang unik dan menakjubkan, sehingga dalam konsep Pendidikan  yang terkandung di dalamnya bertujuan untuk menciptakan individ yang berilmu dan beriman, senantiasa mengesakan Allah serta mengimani hari akhir. Al-Qur'an memberikan kepuasan penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan dan fitrah manusia tanpa unsur paksaan dan di sisi lain disertai dengan pengutamaan afeksi dan emosi manusiawi.  Oleh karena itu, al-Qur'an mengetuk akal dan hati sekaligus sehingga mewujudkan ilmu pengetahuan yang sinergis dengan iman sebagaimana firman Allah: 
… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahuai apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadalah: 11)
 Di samping itu, ayat yang pertama turun dimulai dengan  ayat yang mengandung konsep Pendidikan Islam. Sehingga dipahami dari ayat itu bahwa tujuan al-Qur'an yang terpenting adalah mendidik manusia melalui metode bernalar serta sarat dengan kegiatan ilmiah, meneliti, membaca, mempelajari dan observasi terhadap manusia sejak masih dalam bentuk segumpal darah dan seterusnya, sebagaimana firman Allah: 
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang mencptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang maha pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. al-‘Alaq: 1-5)
 Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam melalui al-Qur'an menempatkan pendidikan  pada segmen yang terpenting. Bahkan menurut penulis bahwa perintah Allah yang pertama dalam al-Qur'an adalah masalah Pendidikan  dengan perintah untuk membaca. Itu artinya bahwa kebesaran dan kejayaan Islam karena dibangun melalui Pendidikan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa semua ayat dalam mengandung nilai-nilai pendidikan baik secara tersurat maupun tersirat.
 Metode pendidikan al-Qur'an dapat dianalisis dari surah al-Rahman. Dalam surah ini, Allah mengawali dengan menuturkan eksistensi manusia, kekuasaannya dalam mendidik manusia, hingga apa yang dianugerahkan kepada manusia seperti matahari, bulan, bintang, pepohonan, buah-buahan, langit dan bumi. Pada setiap atau bahkan sejumlah ayat Allah membuktikan anugerahnya dengan menempatkan manusia di hadapan benda nyata, pengalaman, suara hati dan jiwa. Sehingga manusia tidak akan pernah mampu mengingkari apa yang telah dirasakan dan diterima oleh akal dan hatinya. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur'an memberikan metode Pendidikan  yang sangat edukatif.
 Sekaitan dengan hal tersebut, kiranya patut dikemukakan tujuan Pendidikan  Islam dalam perspektif Qur’ani, yaitu sebagai berikut:
Mengenalkan manusia akan perananya di antara sesama makhluk dan tanggung jawab pribadinya sebagai khalifah di bumi.
Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
Mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam ini.
Mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah Swt.) dan memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya.
 Dari keempat tujuan ini, meskipun saling berkaitan, namun dapat dipahami bahwa tiga tujuan pertama merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan keempat yakni ma’rifatullah dan taqwa kepada-Nya. Oleh karena itu, pada prinsipnya pendidikan Islam akan membentuk manusia bertaqwa kepada Allah dan memperoleh keridhaan-Nya dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Kepustakaan:
 Anshori, Endang Syaifuddin, 1976. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam. Jakarta: Usaha Interprises.
 Azra, Azyumardi, 1998. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
 al-Jamaly, Muhammad Fadhil, 1996. Filsafat Pendidikan  Dalam al-Qur'an. Surabya: PT. Bina Ilmu.
 Muhammad Fadhil al-Jamaly, 1996. Filsafat Pendidikan  dalam al-Qur'an. Surabya: PT. Bina Ilmu.
 al-Nahlawi, Abd. Rahman, 1996. al-Tabiyah al-Islamiyah Wa Asalibuha Fi al-Bait Wa al-Madrasah Wa al-Mujtama’, alih bahasa Shihabuddin dengan Judul; Pendidikan Islam di Rumah, di Sekolah dan di Masyarakat. Jakarta: Gema Insan Press.
 Uhbiyati, Nur, 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Pendidikan Dalam Hadits




Dasar-dasar Pendidikan dalam Hadits


Selain al-Qur'an, dasar pendidikan Islam adalah al-hadis yang mecerminkan prinsip  manifestasi wahyu dalam segala perbuatan, perkataan dan taqrir nabi. Oleh karena itu, Rasulullah menjadi teladan yang harus diikuti, baik dalam ucapan, perbuatan maupun taqrirnya. Dalam keteladanan Rasulullah mengandung nilai-nilai dan dasar-dasar Pendidikan  yang sangat berarti. Dikatakan demikian karena di samping segala ucapan, perbuatan dan taqrir Rasulullah diyakini validitas kebenarannya karena merupakan wahyu, juga diyakini bahwa Rasululah adalah pendidik yang teladan dan integritas.

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa pada suatu hari Rasulullah keluar dari rumahnya dan beliau menyaksikan adanya dua pertemuan; dalam pertemuan pertama, orang-orang berdoa kepada Allah Azza wajalla, mendekatkan diri kepadanya; dalam pertemuan kedua orang sedang memberikan pelajaran. Beliau lalu bersabda:

أما هؤلاء فيسئلون الله فان شاء أعطاهم وان شاء معنهم أما هؤلاء
فيعلمون الناس وانما بعثت معلما
Artinya:
Mereka ini (pertemuan pertama) minta kepada Allah, bila Tuhan menghendaki maka Ia memenuhi permintaan tersebut, dan jika Ia tidak menghendaki maka tidak akan dikabulkan, sedangkan saya sendiri diutus menjadi juru didik.
Di samping itu, juga terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang mengatakan:
من كتم علما الجمه الله بلجام من النار
Artinya:
Barang siapa yang menyembunyikan ilmunya maka Allah akan mengekangnya dengan kekang berapi.
Selain itu, hadis yang diriwayatkan oleh Abu al-Hasan bin Khazem dari Anas bahwa Rasulullah bersabda:
تعلموا من العلم ما شئتم فوالله لا تؤجرون بجمع العلم حتي تعلموا
Artinya:
Tuntutlah olehmu ilmu pengetahuan sekehendakmu, tetapi demi Allah mereka tidak akan memperoleh pahala karena sekedar menuntut ilmu tanpa diamalkan.

Dalam dunia pendidikan, hadis memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, hadits mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep al-quran. Kedua, hadis dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode pendidikan. Misalnya, menjadikan kehidupan kehidupan Rasulullah saw. dengan para sahabat ataupun anak-anak sebagai sarana penanaman keimanan.

Rasulullah saw. adalah sosok pendidik yang agung dan pemilik metode pendidikan yang unik. Beliau sangat memperhatikan manusia sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, dan kemampuan akalnya, terutama jika beliau berbicara dengan anak-anak. Jenis bakat dan kesiapan pun merupakan pertimbangan beliau dalam mendidik manusia. Kepada wanita, beliau memahami fitrahnya sebagai wanita, kepada laki-laki, beliau memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai laki-laki; kepada orang dewasa, beliau memahami identitasnya sebagai manusia dewasa; dan kepada anak-anak, beliau memahami karakternya sebagai anak-anak. Beliau sangat memahami kondisi naluriah setiap orang sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik material maupun spritual. Beliau senantiasa mengajak setiap orang untuk mendekati Allah dan syariat-Nya sehingga terpeliharalah fitrah manusia melalui pembinaan diri setahap demi setahap, penyatuan kecenderungan hati, dan pengarahan potensi menuju derajat yang lebih tinggi. Lewat cara seperti itulah beliau membawa masyarakat pada kebangkitan dan ketinggian derajat.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan Islam dalam perspektif hadis senantiasa sejalan dengan al-Qur'an, sehingga dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pendidikan Islam dalam perspektif hadis merupakan cerminan dari konsep pendidikan  dalam al-Qur'an. Kendatipun konsep pendidikan  telah terdapat dalam al-Qur'an dan hadis, namun demikian tetap terbuka untuk menafsirkan konsep-konsep pendidikan, sehingga dapat diterjemahkan dalam semua zaman dan kondisi sesuai dengan tuntutan perubahan. Dalam artian bahwa konsep-konsep pendidikan yang tertuang dalam al-Qur'an dan hadis tidak dimaknai secara sempit, akan tetapi hendaknya dimaknai sebagai konsep universal yang tidak terbatas dalam suatu ruang waktu tertentu.


Kepustakaan:
Azra, Azyumardi. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998.
al-Abrasyi, M. Athiyah. Dasar-Dasar dan Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
al-Nahlawi, Abd. Rahman. al-Tabiyah al-Islamiyah Wa Asalibuha Fi al-Bait Wa al-Madrasah Wa al-Mujtama’, alih bahasa Shihabuddin dengan Judul; Pendidikan Islam di Rumah, di Sekolah dan di Masyarakat. Jakarta: Gema Insan Press, 1996.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1998.

Dasar-dasar Pendidikan




DASAR-DASAR PENDIDIKAN


Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Yang sudah barang tentu dalam menjalankan kelanjutan pendidikan tersebut harus ada alat sebagai pegangan yang salah satunya adalah adanya kurikulum.

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
(1) filosofis;
(2) psikologis;
(3) sosial-budaya; dan
(4) ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.

2. Landasan Psikologis.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu: (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

3. Landasan Sosial-Budaya.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang, Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

II. Pembahasan
Lembaga pendidikan pada umumnya adalah sarana bagi proses pewarisan maupun transformasi pengetahuan dan nilai-nilai antar generasi. Dari sini dapat terpahami bahwa pendidikan senantiasa memiliki muatan ideologis tertentu yang antara lain terekam melalui konstruk filosofis yang mendasarinya.Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, maka dalam membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Dalam arti, filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab, aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.

Perspektif O’neil (H.A.R. Tilaar) memandang titik tolak pedagogik dari tindakan pemanusiaan. Sehingga pendidikan tidak bisa dilepaskan dari filsafat manusia. Jadi, justru perbedaan persepsi tentang manusia inilah yang kemudian melahirkan berbagai aliran dalam dunia pendidikan.Di dunia dikenal beberapa aliran utama filsafat pendidikan yang di antaranya dapat diuraikan berikut ini.

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Perenialisme.
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato). Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya (Aristoteles)Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas) Beberapa tokoh lain pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji.Aliran perennialisme meliputi:

a) seni dan sains dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia,
b) Pertama yang harus diajarkan adalah tentang manusia, bukan mesin atau teknik. Sehingga tegas aspek manusiawinya dalam sains dan nalar dalam setiap tindakan.
c) mengajarkan prinsip-prinsip dan penalaran ilmiah, bukan fakta,
d) mencari hukum atau ide yang terbukti bernilai bagi dunia yang kita diami,
e) Fungsi pendidikan adalah untuk belajar hal-hal tersebut dan mencari kebenaran baru yang mungkin,
f) Orientasi bersifat philosophically-minded (fokus pada perkembangan personal),

memiliki dua corak, yaitu:
(1) Perennial Religius.
Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan proposisional.

(2) Perennial Sekuler.
Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.

2. Essensialisme.

Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada.

Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.

Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.

• Esensialisme adalah suatu filsafat dalam aliran pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda.Aliran pendidikan esensialisme secara umum menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.

3. Progresivisme.

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Aliran Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.Aliran pendidikan progresivisme melihat manusia sebagai;

(a) Pemecah persoalan (problem-solver) yang baik.
(b) Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut.
(c) Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup.
(d) Pendidikan dipandang sebagai suatu proses.
(e) Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai.
(f) Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi.
(g) Bercorak student-centered.
(h) Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan.
(i) Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau masyarakat.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff

4. Rekonstruksionisme.

Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Pendidikan rekonstruksionisme Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.

Fokus dalam aliran pendidikan Rekonstruksionisme adalah berikut ini.
(a) Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan.
(b) Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivis.
(c) Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan.
(d) Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.
(e) Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.
(f) Learn by doing (Belajar sambil bertindak).
Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

Selain keempat aliran pendidikan di atas, sebenarnya masih ada beberapa aliran yaitu:
1. Idealisme yang memandang bahwa realitas akhir adalah roh bukan materi maupun fisik. Pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah.
2. Realisme yang memandang realitas adalah dualitis yang terdiri dari atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian yaitu:
a) subyek yang menyadari dan mengetahui
b) realita diluar manusia yang dijadikan obyek pengetahuan manusia
3. Materialisme yang berpandangan bahwa hakekat realisme adalah materi bukan ruhani, spiritual ataupun supernatural.
4. Pragmatisme yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami.
5. Eksistensialisme yang memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas dapatlah diambil sebuah analisis bahwa:
Aliran Perenialisme adalah sebuah aliran yang berlatar belakang sebuah pandangan bahwa dunia ini sudah kacau, maka untuk menyelamatkan dunia perlu mengembalikan nilai filsafat yang berpegang teguh nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kokoh, kuat dan teruji. Namur demikian dalam mengikuti perkembangan zaman, agak kaku.

Aliran Perenialisme berkembang di kawasan Eropa yang pada saat itu pendidikan hanya berlaku dikalangan ningrat yang menanamkan masalah nilai-nilai klasik bukan hal-hal yang praktis. Mak dari penulis menganggap aliran ini kurang berkeadilan.Aliran Essensialisme adalah sebuah aliran yang secara umum menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia secara realitas.

IV. Kesimpulan
Setiap orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan penjelasaan diatas, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme (kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.
Masing-masing aliran pendidikan memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga para pelaku pendidikan harus mempelajari semua aliran dan mengkolaborasikannya sehingga akan diperoleh suatu sistem pendidikan atau pola pembelajaran yang baik

V. REFERENSI
Admin, 2006. Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, Situs informasi Indonesia Serba serbi Dunia Pendidikan, http://edu-articel.com
Hidayanto, D.N, 2000. Diktat Landasan Pendidikan, Untuk Mahasiswa, Guru dan Praktisi Pendidikan, Forum Komunikasi Ilmiah FKIP Universitas Mulawarman, SamarindaPasti, Y. Priyono, 2007, Menuju Pendidikan Demokratis Humanistik,
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0507/23/Didaktika/1916660.htmGunarto, H, 2004. Mengusung Pendidikan Humanistik,
http://www.freelists.org/archives/ppi/05-2004/msg00284.htmlO’neil, F. William, 2001. Ideoligi-Ideologi Pendidikan, Pustaka Pelajar, YogyakartaTjaya, Thomas Hidya, 2004. Mencari Orientasi Pendidikan


My New Style

My New Style

My Family

My Family
Miyya Kak Cintha and Family

Prambanan In Action

Prambanan In Action

Kakak Miya

Kakak Miya

PKN STAIMUS 2013

PKN STAIMUS 2013
Mahasiswa PKN dan Peserta Lomba TPQ

PKN 2013 STAIMUS

PKN 2013 STAIMUS


Entri Populer