ABORTUS, MENSTRUAL REGULATION DAN INDUKSI HAID DALAM
IBADAH PUASA DAN HAJI
KATA PENGANTAR
بسم الله الر حمن الر حيم
Kami panjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan untuk
mewujudkan makalah ini sehingga dapat tersusun dengan baik.
Makalah ini kami tulis
sesuai dengan referensi-referensi yang ada. Materi yang disajikan dalam makalah
ini yaitu mengenai abortus, menstrual regulation dan induksi haid dalam
ibadah puasa dan haji.
Kami mangucapkan banyak
terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
penyusunan makalah ini serta pihak-pihak yang telah memberi bantuan pemikiran
dan proses penyusunan makalah ini.
Semoga makalah yang
bertema abortus, menstrual regulation dan induksi haid dalam ibadah puasa
dan haji ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kami sadar bahwa dalam
penulisan makalah ini banyak kesalahan yang ada. Untuk itu kami harapkan kritik
dan saranya dari semua pihak demi kesempurnaan makalah selanjutnya yang kami
tulis.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Globalisasi adalah
suatu keniscayaan, sebagai konsep pergerakaan yang sudah masuk dalam faham
masyrakat dan dengan cepat dapat mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Era
globalisasi yang singgung-singgung dengan kemajuan IPTEK, sehingga menjadi
suatu keadaan dimana interaksi antar bangsa dan warga negara yang berbeda akan
semakin dipermudah. Alhasil berita, informasi, modal, barang, dan segala macam
bentuk begitu cepat bisa kita terima. Dan merupakan fenomena-fenomena yang
terkadang mempengaruhi aspek agama, yang mana paham liberalisme yang terbungkus
rapih dalam paketan globalisasi. Bahkan kita tidak menyadari dan terlalu
hedonis akan dampak negatif dari liberalisme. Hal ini yang membuat timbulnya
nilai-nilai kebebasan sekulerisme yang dibawa dari peradaban Barat yaitu, suatu
paham yang berpendapat bahwa urusan agama harus dipisahkan dengan urusan
kehidupan. Faham peradaban Barat yang tidak bermoral ini secara tidak langsung
dapat mempengaruhi peradaban Islam yang adil dan manusiawi.
Islam adalah Agama yang
suci dan diridhoi oleh Alloh SWT, yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai
rahmat untuk semesta alam. Oleh karena itu islam sangat menjaga sekali akan
keadilan dan prikemanusiaan seluruh umat. Islam juga sangat mementingkan
pemeliharaan terhadap 5 (lima) hal yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta. Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah agama Islam sangatlah
memprihatinkan, jika kita sedikit menengok dan menganilisis realita sosial yang
penuh dengan kedzaliman dan sudah keluar dari koridor prikemanusiaan yang
diamanahkan dalam pancasila. Mulai fenomena penindasan, kemiskinan, pengusuran,
dan pembunuhan massal yang dilakukan oleh oknum yang tidak mempunyai hati
nurani dan iman. Dan juga fenomena-fenomena yang berkontradiksi dengan
syaria’at agama yang akhir-akhir ini sering kita lihat dan jumpai dalam media
informasi seperti aborsi, menstrual regulation, dan induksi haid dalam ibadah
puasa dan haji. Aborsi dan menstrual telah menjadi penghancur kehidupan umat
manusia terbesar sepanjang sejarah dunia, artinya bahwa semua ini sudah menjadi
problem sosial yang harus cepat kita tanggapi dengan bijak dan kritis, agar
permasalahan ini cepat diselesaikan dan dapat dipahami hukumnya dari kalangan
umat islam. Data Aborsi terjadi sangat sulit dihitung secara akurat, karena
aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi
komplikasi, sehingga perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, berdasarkan
perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap
tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya
secara keji tanpa banyak yang tahu.[1]
Terlepas dari masalah
ini, hukum aborsi, menstrual regulation dan induksi haid dalam ibadah puasa dan
haji itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik oleh kaum muslimin, baik
kalangan medis maupun masyarakat umumnya. Sebab bagi seorang muslim,
hukum-hukum Syariat Islam merupakan standar bagi seluruh perbuatannya. Selain
itu keterikatan dengan hukum-hukum Syariat Islam adalah kewajiban seorang
muslim maka penulis akan membahasa permasalah. Oleh karena itu penulis tertarik
meneliti dan menulis makalah yang membahas permasalahan sosial yang kontemporer
seperti ini sesuai dengan dasar dan dalil-dalil yang telah sepakati oleh para
ulama fiqih dan tokoh-tokoh besar islam. Besar harapan penulis, penulisan ini
dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh umat muslim pada khususnya dan
masyarakat seluruhnya pada umumnya. Sehingga mereka semua memperkaya cakrawala
keilmuannya dan dapat menyebarkan cakrawala yang yang telah didapatnya,
sehingga ilmu itu menajdi ilmu yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia yang
mendapatkannya.
B.
Rumusan Masalah
Berangkat dari
penjelasan larat belakang di atas, maka kami dapat menarik sebuah rumusan
masalah sebagai berikut:
Bagaimana pengertian
abortus, menstrual regulation, dan induksi haid?
Bagaimana pandangan
hukum islam terhadap abortus, menstrual regulation dan induksi haid dalam
ibadah puasa dan haji?
C.
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui
pengertian abortus, menstrual regulation, dan induksi haid.
Untuk mengetahui
pandangan hukum islam terhadap abortus, menstrual regulation dan induksi haid
dalam ibadah puasa dan haji.
Menambah ilmu
pengetahuan dalam pemahaman mengenai masail fiqih yang kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Menstrualregulation Dan Aborsi
Menstrual regulation
secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/ datang bulan/ haid, tetapi dalam
praktek menstrualregulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa
terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
ternyata positif dan mulai mengandung. Maka ia minta ”dibereskan janinnya” itu.
Maka jelaslah, bahwa menstrualregulation itu pada hakikatnya adalah abortus
provocatus criminalis, sekalipun dilakukan oleh dokter. Karena itu abortus dan
menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah pembunuhan janin secara
terselubung.
Perkataan abortus dalam
bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa latin yang berarti gugur
kandungan atau keguguran. Abortus menurut Sardikin Ginaputra (Fakultas
Kedokteran UI), ialah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Menurut Moryono Reksodipura (Faultas Hukum UI)
ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat
lahir secara alamiah).
Aborsi adalah
pengguguran kandungan atau penghentian kehamilan dengan cara pelenyapan atau
merusak janin pada tahap fetus sebelum kelahiran. Aborsi menjadi masalah karena
diidentikkan dengan pembunuhan. Maka larangan aborsi didasarkan pada larangan
membunuh manusia kecuali dengan alasan-alasan yang benar.[2]
Dari pengertian di atas
dapat dikatakan, bahwa abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa
kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat
hidup di luar kandungan.
B.
Macam-Macam Abortus
Secara umum,
pengguguran kandungan dapat dibagi kepada dua macam:
Abortus Spontan
(Spontaneus Abortus), ialah abortus yang tidak disengaja. Abortus spontan bisa
terjadi karena penyakit syphilis, kecelakaan dan sebagainya
Abortus yang disengaja
(Abortus Provocatus/ Induced Pro Abortion) dan abortus ini ada 2 macam:
Abortus Artificialis
Therapicus, yakni abortus yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis.
Misalnya jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena
penyakit yang berat seperti TBC yang berat dan ginjal
Abortus Provocatus
Criminalis, ialah abortus yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis. Misalnya
abortus yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar nikah/
untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.
C.
Dampak Abortus
Timbul luka-luka dan
infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ di dekatnya
seperti kandung kencing atau usus.
Robek mulut rahim
sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi karena mulut rahim
sebelah dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya, tetapi juga kalau
tersentuh, maka ia menguncup kuat-kuat. Kalau dicoba untuk memasukinya dengan
kekerasan maka otot tersebut akan menjadi robek.
Dinding rahim bisa
tembus, karena alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim terjadi pendarahan.
Biasanya pendarahan itu berhenti sebentar, tetapi beberapa hari kemudian/ beberapa
minggu timbul kembali. Menstruasi tidak normal lagi selama sisa produk
kehamilan belum dikeluarkan dan bahkan sisa itu dapat berubah menjadi kanker.
D.
Pandangan Menstrual regulation Dan Aborsi Menurut Perundang-Undangan Republik
Indonesia
Berdasarkan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 299, 346, 348 dan 349 negara melarang
abortus, termasuk menstrual regulation dan sangsi hukumannya cukup berat,
bahkan hukumannya tidak hanya di tujukan kepada wanita yang bersangkutan,
tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat di tuntut, seperti
dokter, dukun bayi, tukang obat dan sebagainya yang mengobati atau menyuruh
atau yang mambantu atau yang melakukannaya sendiri. Marilah kita perhatikan
pasal-pasal KUHP yang berkaitan dengan abortus (pengguguran) sebagai berikut:
Pasal 299 (1) Barang
siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa dengan pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, di ancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal 299 (2) Jika yang
bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika ia seorang tabib, bidan
atau juru obat; pidananya dapat ditambah sepertiga.
Pasal 299 (3) Jika yang
bersalah, melakuakan kejahatan tersebut; dalam mejalankan pencarian, maka dapat
di cabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 346 Seorang
wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 347 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 347 (2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidina penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 (1) Barang
siapa menggugurkan kandungan atau mematikan seoramg wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
Pasal 348 (2) Jika
perbutan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
palang lama tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang
dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal
346, atau pun melakukan membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang di tentukan dalam pasal
itu dapat di tambah dengan sepertiga atau di cabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan di lakukan.
Pasal-pasal tersebut
merumuskan dengan tegas tanpa pengecualian bahwa barang siapa memenuhi
unsur-unsur kejahatan tersebut diacam dengan hukuman sampai lima belas tahun;
bahkan bagi dokter, bidan atau tukang obat yang melakukan atau membantu
melakukan abortus, pidananya bisa di tambah sepertiga dan bisa dicabut haknya
untuk melakukan praktek profesinya.
Teuku Amir Hamzah dalam
disertasinya berjudul: Segi-segi Hukum Pidana pengaturan Kehamilan dan
Pengguguran Kandungan menganggap perumusan KUHP tersebut sangat ketat dan kaku,
dan hal ini sangat tidak menguntungkan bagi profesi dokter serta dapat
menimbulkan rasa cemas dalam melakukan profesinya.
Di satu pihak dokter
harus senantiasa mengingat kewajibannya melindungi hidup insani sesuai dengan
sumpahnya; namun, dilain pihak dokter dibayangi ancaman hukuman. Menurut
Hamzah, ada beberapa alasan yang membenarkan pengguguran kandungan dengan
pertimbangan kesehatan, antara lain sebagi berikut:
Ajaran sifat melawan
hukum meteriil sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI nomor 24K/Kr 2965
tanggal 8 Januari 1966 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI nomor 81K/Kr 1973
tanggak 30 Maret 1977. Ajaran sifat melawan hukum materiil dimaksud adalah,
“Sesuatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum
bukan hanya berdasarakan sesuatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan
juga berdasarkan asas-asas keadilan atau asas hukum yang tidak tertulis dan
bersifat umum yang mengandung unsur-unsur: negara ini dirugikan, kepentingan
umum dilayani dan terdakwa tidak mendapat untung.
Penjelasan pasal 10
Kode Etik Kedokteran Indinesia 1983, yang menyatakan, larangan pengguguran
kandungan tidak mutlak sifatnya, dan dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan,
yaitu sebagai satu-satunya jalan untuk menolong si ibu.
Akhirnya, Hamzah
menyarankan agar di buat pengecualian dalam KUHP sehingga pengguguran kandungan
yang dilakukan dokter atas pertimbangan kesehatan dapat dibenarkan dan bukan
merupakan perbuatan yang melawan hukum.
Tetapi sementara ini di
kalangan ahli hukum di Indonesia yang mempunyai ide atau saran agar abortus itu
dapat dilegalisasi seperti di negara maju/sekuler, berdasarkan pertimbangan
antara lain; bahwa kenyataan abortus tetap dilakukan secara ilegal dimana-mana
dan kebanyakan dilakukan oleh tenaga-tenaga nonmedis, seperti dukun, sehingga
bisa membawa resiko besar berupa kematian atau cacat berat bagi wanita yang
bersangkutan. Maka sekiranya abortus dapat dilegalisasi dan dapat dilakukan
oleh dokter yang ahli, maka resiko tersebut dapat dihindari atau dikurangi.
Pendukung ide
legalisasi abortus itu menghendaki pasal-pasal KUHP yang melarang abortus
dengan sangsi-sangsinya itu hendak di revisi, kerena juga dapat dipandang bisa
menghambat pelaksanaan program Keluarga Berencana dan kependudukan. Menurat
penulis, pasal-pasal KUHP yang melarang abortus hendaknya tetap di pertahankan
dan penulis dapat menyetujui saran Hamzah agar di buat pengecualian dalam KUHP,
sehingga pengguguran kadungan yang benar-benar dilakukan atas indikasi medis
dapat di benarkan. Dan apabila tanpa indikasi medis, maka abortus dan juga
menstrualregulation merupakan perbutan yang tidak manusiawi, bertentangan
dengan moral pancasila dan moral agama, dan menpunyai dampak yang sangat
negatif berupa dekadensi moral terutama di kalangan remaja dan pemuda, sebab
legalisasi abortus dapat medorang keberanian orang untuk melakukan hubungan
seksual sebelum nikah (Free sex, Kumpul kebo).
E.
Pandangan Menstrual Regulation Dan Aborsi Menurut Hukum Islam
Aborsi dapat dilakukan
sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya
ruh yaitu masa 4 bulan masa kehamilan, maka semua ulama fiqh (fuqaha) sepakat
akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqh berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya roh. Sebagian membolehkan dan sebagian lainnya
mengharamkan.
a.
Ulama yang membolehkan aborsi sebelum peniupan roh
Muhammad Ramli (w 1596) dalam kitabnya an-Nihayah dengan alasan karena belum ada
makhluk yang bernyawa
Ada pula yang memandangnya makruh dengan alasan karena janin sedang mengalami
pertumbuhan
Namun demikian,
dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin atau pun setelah
peniupan ruh kepadanya, jika dokter terpercaya menetapkan bahwa keberadaan
janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus.
Dalam kondisi seperti ini dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan
penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang
diserukan oleh ajaran islam sesuai dengan firman Allah.
QS. Al-Maidah ayat 32
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ
نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ
جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ
رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي
الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Artinya: oleh karena
itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan
karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh
manusia seluruhnya[412]. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah
itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
[411] Yakni: membunuh
orang bukan karena qishaash.
[412] Hukum ini
bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya.
Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia
seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena
membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya.
[413] Ialah: sesudah
kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata.
Disamping itu aborsi
dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan rasulullah
saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah bersabda yang artinya
”Sesungguhnya allah azza wa jalla setiap kali menciptakan penyakit dia ciptakan
pula obatnya. Maka berobatlah kalian! (H.R Ahmad)
Tetapi apabila
pengguguran itu dilakukan karena benar-benar terpaksa demi melindungi/
menyelamatkan si ibu maka islam membolehkan, bahkan mengharuskan, karena islam
mempunyai prinsip : ”menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari 2 hal
yang berbahaya itu adalah wajib”. Kaidah fiqh dalam masalah ini menyebutkan :
”idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabin akhaffihima”
Artinya : ”Jika berkumpul dua mudharat (bahaya) dalam satu hukum maka dipilih
yang lebih ringan mudharatnya” (Abdul Hamid Hakim 1927, Mabadi’ Awaliyah fi
Ushul al-Fiqh wa Al Dawa’id al-Fiqhiyah, hal 35).
b.
Pandangana MUI mengenai Abortus
Fenomena Abortus pernah
menjadi perbincangan yang intens oleh banyak pemuka agama, melihat realitas
sosial yang demikian akhirnya MUI mengeluarkan Fatwa mengenai Abortus. Fatwa
MUI mengenai Abortus, Nomor 4 Tanggal 12 Rabi’ul Akhir 1426H/21 Mei 2005 antara
lain sebagai berikut.
Aborsi haram
hukumnya sejak nidasi (implantasi blastosis pada dinding rahim ibu).
Aborsi dibolehkan
karena adanya uzur: darurat atau hajat.
Uzur darurat:
i.
Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium
lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus
ditetapkan oleh Tim Dokter.
ii.
Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
Keadaan hajat:
i.
Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir
kelak sulit disembuhkan.
ii.
Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang berwenang
yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
Kebolehan aborsi
sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
Aborsi haram
hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.[3]
c.
Ulama yang mengharamkan abortus dan menstrual regulation
Ibnu Hajar (w. Th 1567)
dalam kitabnya al-Tuhfah
Al-Ghazali dalam
kitabnya Ihya ’Ulumuddin “Dan apabila abortus dilakukan sesudah janin bernyawa/
berumur 4 bulan maka dikalangan ulama telah ada ijma’ (konsensus) tentang
haramnya abortus.”
Mahmud Syaltut (eks
rektor Universitas al-Azhar Mesir) bahwa sejak bertemunya sel sperma (mani
laki-laki) dengan ovum (sel telur wanita) maka pengguguran adalah suatu
kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun si janin belum bernyawa sebab sudah ada
kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk
menjadi makhluk baru yang bernyawa bernama manusia yang harus dihormati dan
dijaga eksistensinya. Dan makin besar dosanya apabila pengguguran dilakukan
setelah janin bernyawa, apalagi sangat besarnya dosanya kalau sampai dibunuh/
dibuang bayi yang baru lahir dari kandungan.
Pendapat yang
disepakati fuqaha, yaitu bahawa haram hukumnya melakukan aborsi setelah
ditiupkannya roh (4 bulan) didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi
setelah 4 bulan masa kehamilan. Abdullah ibn Mas’ud berkata bahwa rasulullah
bersabda : ”Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu
selama 40 hari dalam bentuk ’nuthfah’, kemudian dalam bentuk ’alaqah’. Selama
itu pula, kemudian dalam bentuk ’mudghah’ selama itu pula kemudian ditiupkan
ruh kepadanya (H.R. Bukhari, Muslim,Abu Daud, Ahmad dan Tirmidzi) Maka dari
itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram karena berarti
membunuh makhluk yang sudah bernyawa berdasarkan firman Allah.
Surat Al-An’am ayat
151,
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلا تُشْرِكُوا
بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ
إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا
بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya: Katakanlah:
“Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang
ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]“. demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
[518] Maksudnya yang
dibenarkan oleh syara’ seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan
sebagainya.
QS al-Isra’ ayat 31,
وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ
وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرً
Artinya: dan janganlah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi
rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
suatu dosa yang besar.
QS al-Isra’ ayat 33,
وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَمَنْ
قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلا يُسْرِفْ فِي
الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
Artinya: dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar[853]. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka
Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan[854] kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah
orang yang mendapat pertolongan.
[853] Maksudnya yang
dibenarkan oleh syara’ seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan
sebagainya.
[854] Maksudnya:
kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau Penguasa untuk
menuntut kisas atau menerima diat. qishaash ialah mengambil pembalasan yang
sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema’afan dari
ahli waris yang terbunuh Yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar.
pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang
membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak
menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan
hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah
menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat Dia
mendapat siksa yang pedih. diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu
tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.
QS at-Takwir ayat 8-9
بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ .وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ
Artinya: 8. dan apabila
bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,
9. karena dosa Apakah
Dia dibunuh,
Syaikh Abdul Qadim
Zailum (1998) dan Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih
rajih (kuat) adalah sebagai berikut : jika aborsi dilakukan setelah 40 hari
atau 42 hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin,
maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi
setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguran kandungan yang usianya
belum mencapai 40 hari maka hukumnya boleh (jaiz) dan tidak apa-apa. Dalilnya
”jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat 42 malam maka Allah mengutus seorang
malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut. Dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.
Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah) ”ya Tuhanku, apakah dia (akan engkau
tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?. Maka Allah kemudian memberi
keputusan…… (H.R. Muslim)
Dalam riwayat lain
rasulullah bersabda : ”jika nutfah telah lewat empat puluh malam…..”
Hadis diatas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya adalah setelah melewati 40/ 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumuddam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Hadis diatas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya adalah setelah melewati 40/ 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumuddam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Mengenai menstrual
regulation, islam juga melarangnya karena pada hakikatnya sama dengan abortus,
merusak, menghancurkan janin calon manusia yang dimuliakan oleh Allah karena ia
berhak tetap dalam keadaan hidup sekalipun hasil dari hubungan yang tidak sah (di
luar perkawinan yang sah) sebab menurut islam bahwa setiap anak lahir dalam
keadaan suci (tidak bernoda) sesuai dengan hadis nabi:
”Semua anak dilahirkan
atas fitrah, sehingga jelas omongannya. Kemudian orang tuanyalah yang
menyebabkan anak itu menjadi yahudi, nasrani,/ majusi (H.R Abu ya’la,
al-thabrani dan al-baihaqi dari al-aswad bin sari’)
F.
Penilaian Moral Terhadap Kasus Ini Perlu Mempertimbangkan Beberapa Hal Berikut
Ini:
Kita tidak boleh
menghukum orang yang tidak bersalah. Menghukum orang yang tidak bersalah adalah
bentuk dari ketidakadilan. Lebih-lebih lagi kalau hukuman itu berupa hukuman
mati, maka menghukum mati orang yang tidak bersalah merupakan pelanggaran berat
terhadap keadilan.
Memperalat orang lain.
Aborsi langsung demi kesehatan ibu merupakan bentuk pemanfaatan
(instrumentalisasi) orang lain demi kepentingan pribadi. Walaupun benar bahwa
tugas dan kewajiban tenaga medis ialah untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada semua orang yang datang meminta kesembuhan, tetapi pelaksanaannya tidak
boleh dengan mematikan orang lain secara langsung (abortus provocatus
directus). Kalau terjadi bahwa janin digugurkan demi keselamatan ibunya, maka
ini adalah bentuk pemanfaatan orang lain demi kepentingan pribadi (ibu). Yang
diperbolehkan hanyalah aborsi terapeutik tidak langsung di mana tujuan
intervensi medis itu adalah untuk menyembuhkan penyakit yang dalam prosesnya
terpaksa janinnya gugur. Gugurnya janin bukanlah maksud dari intervensi medis
itu sendiri. Misalnya: seorang wanita yang terkena kanker rahim yang ganas
padahal dia sedang mengandung dalam usia kehamilan muda. Kalau rahim tidak
diangkat maka kanker akan menjalar ke tempat lainnya dan akan mematikan si ibu.
Dalam hal seperti ini dokter diperkenankan mengangkat rahim yang kena kanker
itu walaupun di dalam rahim itu ada janinnya yang terpaksa mati. Kematian bayi
itu sendiri tidak dimaksudkan oleh tindakan intervensi medis itu, tetapi
merupakan suatu konsekuensi tak terelakkan dari tindakan medis itu. Demikian
juga, intervensi medis itu tidak langsung ditujukan kepada si janin tetapi
kepada rahim itu sendiri. Penilaian moral di sini berdasarkan apa yang disebut
prinsip double effect. Menurut prinsip ini dalam sebuah tindakan bila terjadi
dua efek, yang satu yang baik dan yang lainnya tidak baik, maka tindakan itu
bisa dibenarkan bila: yang dimaksudkan oleh tindakan itu adalah yang baik,
sedangkan yang tidak baik hanyalah efek yang tidak bisa dielakkan; perbuatan
itu sendiri adalah baik (atau sekurang-kurangnya netral); hasil baik itu bukan
dihasilkan dengan suatu cara yang jahat; dan hasilnya yang baik itu
proporsional bila dibanding dengan hasil negatifnya.
Adanya kemajuan
teknologi kedokteran sudah sangat me-ngurangi banyak sekali apa yang tadinya
digolongkan sebagai indikasi kesehatan yang valid untuk melakukan aborsi.
Dewasa ini ada banyak penyakit yang bisa diatasi tanpa harus melakukan aborsi
sehingga alasan indikasi medis itu banyak yang kehilangan dasarnya4. Yang
sering terjadi adalah ditempuh jalan yang paling mudah meskipun sebenarnya hal
itu melanggar hak asasi manusia.
Harus ada usaha serius
untuk mengetahui apakah memang aborsi ini secara objektif menjadi satu-satunya
cara untuk menjaga kesehatan si ibu. Apakah masih ada kemungkinan lain untuk
menjaga kesehatan itu dengan cara yang lain tanpa harus melakukan aborsi. Di
sini diperlukan suatu kejujuran dalam menegakkan diagnosis medis dan sekaligus
tugas mulia riset medis untuk menemukan cara-cara baru dalam menjaga dan memelihara
hidup manusia.
Indikasi sosio-ekonomis
tidak bisa menjadi alasan untuk dila-kukannya aborsi sebab hidup manusia itu
jauh lebih bernilai daripada semua nilai ekonomi dan sosial. Prinsip etika yang
paling mendasar sudah kita lihat dalam bab sebelumnya bahwa pribadi manusia
mempunyai nilai yang sangat luhur dan tinggi di dunia ini dan oleh karena itu
mengatasi nilai-nilai lainnya. Nilai-nilai lain seperti ekonomi dan sosial
(anak banyak, sulit menyekolahkan, dn.) tidak bisa mengalahkan nilai hidup manusia.
Hidup manusia itu tidak bisa diganggu gugat (inviolable).
Hidup fisik manusia,
meskipun ini bukan merupakan ke seluruhan pribadi manusia, namun hidup manusia
merupakan dasar pertama yang menjadi dasar bagi segala sesuatu yang lainnya.
Oleh karena itu, walaupun secara filosofis ada orang tidak setuju bahwa janin
itu seorang persona (pribadi) tetapi haknya untuk hidup harus diakui dan
dihormati. Semua ahli biologi dan embriologi mengakui bahwa hidup manusia itu
mulai sejak saat selesainya proses pem-buahan. Ini adalah suatu data objektif
dari biologi yang tidak mengenal ideologi tertentu.
Martabat hidup manusia
tidaklah tergantung pada penam-pilan seseorang secara badaniah, tetapi martabat
manusia itu ada bersama dengan adanya manusia. Oleh karena itu, hal-hal yang
eksternal seperti cacat atau lengkap, berbentuk atau belum berbentuk, laki-laki
atau perempuan, dan sebagainya tidaklah mempengaruhi nilai martabat manusia.
Oleh karena itu, tidak bisa dibenarkan aborsi oleh karena janin yang cacat atau
belum berumur. Aborsi ini lebih dikenal dengan aborsi eugenik, karena janin
diaborsi oleh karena kualitas gen/keturunan yang tidak baik.
Ada suatu situasi
konflik di mana antara hidup ibu dan bayinya, secara medis hanya bisa
diselamatkan nyawa bayinya. Misalnya, seorang wanita hamil mengalami kecelakaan
kendaraan sampai koma atau mati otaknya. Kalau pada waktu kecelakaan itu umur
kehamilan itu sudah cukup supaya bayinya bisa hidup di luar (viable), maka
janin bisa dikeluarkan (lewat operasi caesar) meskipun dengan demikian ibunya
meninggal tetapi bisa menyelamatkan anaknya. Kalau seandainya bayinya belum
bisa hidup di luar, maka dibenarkan seandainya ibu yang koma atau mati otaknya
itu ditopang dengan peralatan medis supaya bayinya bisa berkembang sampai umur
bisa hidup di luar rahim. Ketika umur itu tercapai, maka bisa dilakukan bedah
caesar untuk menyelamatkan anaknya. Dalam situasi di mana sudah ada kepastian
medis bahwa ibunya tidak bisa diselamatkan, maka tidak dibenarkan dibuat usaha
untuk menyelamatkan ibu dengan menggugurkan bayi.
G.
Haid
Mengenal darah haid
dari optik fiqih haid merupakan ketentuan Allah Swt. Yang berlaku pada setiap
wanita saat menginjak remaja. Dalam sebuah Hadis dinyatakan Rosulullah Saw.”Ini
(haid) merupakan ketentuan Allah yang ditetapkan pada wanita-wanita bani Adam”
(HR.al Bukhori dan Muslim). Meski demikian, tak dinafikan juga ada wanita yang
sama sekali tidak pernah mengalami datang bulan (haid), seperti halnya yang
dialami oleh Aisyah ra. Persoalan haid dalam fiqih berkaitan dalam hukum-hukum
ibadah wanita. Dasar pensyariatan terekam dalam firman Allah Swt. Yang
diabadikan dalam surat al-Baqoroh: 222.”Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
katakanlah,’ia adalah gangguan.” Pertanyaan tentang haid pada ayat tersebut
muncul, pasalnya, karena kebiasaan pria-pria yahudi menghidari wanita yang
sedang haid, bahkan tidak makan bersama mereka dan meninggalkan rumah saat
mereka dalam kondisi seperti itu. Jawaban dalam firman Allah diatas sangat
singkat, namun menginformasikan tentang keadaan wanita yang sedang haid.
Haid disebut gangguan.
Maksudnya, seperti dijelaskan Quraish shihab dalam tafsir al Misbah, haid
mengakibatkan gangguhan fisik dan psikis wanita, juga terhadap pria. Secara
fisik, dengan keluarnya darah yang segar mengakibatkan gangguan pada jasmani
wanita. Rasa sakit seringkali melilit perut-nya akibat rahim yang
berkontraaksi. Disisi lain, darah haid itu mengakibatkan nafsu seksual wanita
menurun drastic, emosinya sering tidak terkontrol. Darah yang aromanya tidak
sedap serta tidak menyenagkan untuk dilihat juga menjadi salah satu aspek
gangguan, disamping emosi istri yang tidak setabil yang juga tidak jarang
mengganggu ketenangan suami, atau siapa saja yang ada disamping wanita yang
sedang haid.
1.
Kenali Darah Haid
Darah haid biasanya
keluar dari rahim wanita sehat dalam waktu tertentu, bukan karena melahirkan
dan bukan karena ada penyakit dalam rahim. Darah ini lazim disebut darah haid.
Uantuk mengenali darah haid bisa dilihat dari warnanya. Pada mulanya, warna
darah bercorak hitam. Beberapa waktu kemudian berubah warna menjadi merah,
kuning, dan semu diantara putih dan hitam. Keluarnya darah ini menjadi tanda
yang bersangkutan sudah memasuki aqil baligh, yang berarti pertanda awal
seorang wanita dibebeni berbagai hukum syara’(taklif). Ulama fiqih mematok usia
wanita mulai haid minimal umur 9 tahun. Penetapan umur 9 tahun ini didasarkan
pada hasil penlitian induksi (istiqro’) ulama fiqih serta berdasarkan kenyataan
yang ada dizaman mereka.
Menurut Kamil musa
tokoh fikih kontemporer, ada juga wanita haid sebelum 9 tahun, meski hal ini
sangat jarang terjadi. Pada asas ini, mengikut hukum syara’, yang jarang
terjadi tidak bisa dijadikan patokan hukum, disamping bersandar pada
kesimpulkan induksi ulama, juga didasarkan pada sebuah hadis dari Asyiah binti
Abi Bakar: ”Apabila seorang wanita telah berumur 9 tahun, maka ia sudah
dianggap dewasa”. Namun, tidak jarang pula seorang wanita baru mengalami haid
pertama setelah umur 12 tahun, 18 tahun, bahkan 30 tahun. Karena itu menurut
Musa Kamil, ulama fiqih lebih memilih patokan umur untuk menetapkan seseorang
mulai diwajibkan menjalankan hukum syarak (taklif). Para ulama fiqih berbeda
soal batasan minimum dan maksimum lamanya masa haid yang dialami seorang
wanita. Madzhab Hanafi berkesimpulan, wanita menjalani masa haid minimal 3 hari
3 malam dan maksimal 10 hari 10 malam. Lebih dari masa maksimal tersebut,
dianggap bukan darah haid lagi, melainkan berubah menjadi darah istihadhoh.
Versi lain, madzhad Safi’i dan Hambali menetapkan, masa haid minimal
(al-aqdall) 1 hari 1malam.
Masa sedang atau lumrah
(al-ghalib) 6 atau 7 hari, didasarkan sabda Rasulullah saw. Kepada Mihna binti
Jahsy ketika ia bertanya. Dan Rosul menjawab:”Jadikanlah masa haidmu selama
enam atau tujuh hari dengan pengetahuan Allah, kenudian mandilah engkau dan
laksanakan Sholat selama 24 hari 24 malam atau 23 malam….”(HR.al-Bukhori,
Abu Dawud, an-Nasa’I, Ahmad bin Hambal,dan at-Tirmdizi). Menurut kedua
madzhab ini, masa haid maksimal (al-aktsar) yaitu 15 hari. Lebih dari batas maksimal,
dianggap bukan darah haid lagi, tetapi dianggap telah menjadi darah istihadhoh.
2.
Induksi Haid Perspektif Hukum Islam
Di zaman modern, dunia
medis menawarkan aneka obat penahan keluar haid (antihaid), sehingga wanita
bisa mengerjakan ibadah haji secara sempurna dan melaksanakan ibadah puasa
Ramadhon sebulan penuh tanpa haid. Absah atau tidak cara demikian? Syaikh Mar’I
bin Yusuf, Syaikh Ibrohim bin Muhammad (keduanya madzhab hambali) dan Yusuf
al-Qardhawi berpendapat, bahwa wanita boleh menggunakan obat penunda haid guna
menyempurnakan ibadah haji dan puasa. Namun ulama sepakat, penundaan haid
dengan menggunakan obat anti haid untuk selain ibadah haji dan puasa tidak
diperbolehkan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa Mengenai penghentian konsepsi kehamilan sebelum
ditiupkannya ruh, para fuqaha telah berbeda pendapat. Ada yang membolehkan dan
ada juga yang mengharamkan. Hal ini pun sebaliknya ketika janin sudah ditiupkan
ruh pun para fuqaha telah berbeda pendapat. Setelah kami menilai dari
alasan-alasan pendapat fuqaha, baik yang membolehkan dan mengharamkan abortus
dan menstrual regulation. Maka menurut kami, jika penghentian kehamilan itu
dilakukan setelah empat puluh hari usia kehamilan, saat telah terbentuknya
janin ( ada bentuknya sebagai manusia ), maka hukumnya haram tidak terkecuali
ada hajat yang membahayakan nyawa ibu dan bayi mengalami cacat genetic, hal ini
pun dalam pelaksanaan abortus harus sesuai dengan syarat dan ketentuan sesuai
dengan syari’at. Dan diperbolehkan jika memang hal ini dilakukan terpaksa dan
darurat. Abortus dan menstrual regulation hukumnya adalah haram jika janin
sudah berumur 40 hari/ 4 bulan masa kehamilan dan jika ada sesuatu yang mengakibatkan
sesuatu yang berbahaya terhadap si ibu jika janin dipertahankan maka
dibolehkan.
Senada dengan dilakukan
induksi haid yang darurat dan memang untuk kepentingan kesempurnaan ibadah haji
dan puasa maka hal ini pun dibolehkan oleh para fuqaha. Namun ulama sepakat,
penundaan haid dengan menggunakan obat anti haid untuk selain ibadah haji dan
puasa tidak diperbolehkan.
B.
SARAN
Permasalahan hukum
Abortus, Menstrual Regilation, dan Induksi Haid dalam ibadah haji dan puasa
masih menuai sebuah kontroversi pendapat para alhi fiqih. Hal ini pastinya akan
membuat para umat islam pada khususnya yang masih awam akan mengalami sebuah
dilematis dalam mengambil sikap. Padahal jelas bahwa fenomena ini sering
terjadi dalam lingkungan masyarakat kita di era globalisasi ini. Agar sikap
dilematis ini tidak muncul dalam permukaan masyarakat yang awam, apa tidak
sebaiknya mengenai hukum Abortus, Menstrual Regilation, dan Induksi Haid dalam
ibadah haji dan puasa dapat tersampaikan dengan baik dalam masyarakat yang
sudah jelas dan sudah menjadi konsensus para ahli fiqih dan alim ulama.
Sehingga hal yang tidak kita inginkan dalam fenomena masyarakat akan sedikit
terminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Abdul Hamid.
1927. Mabadi’ Awaliyah fi Ushul al-Fiqh wa Al Dawa’id al-Fiqhiyah.
Mahjuddin. 2005. Masailul
Fiqhiyah. Jakarta : Kalam Mulia.
Sudrajat, Ajat. 2008. Fikih
Aktual. Ponorogo : STAIN Ponorogo Press.
Zuhdi, Masjfuk.
1990. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Toko Gunung Agung.
______,1986, Islam
dan Keluarga Berencana di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.
Nasution. Khoirudin,
2009. pengantar studi islam. Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZZAFA.
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/09/abortus-dan-menstrual-regulation.html
http://www.abortus
perspektif hukum islam.com.
http://www.aborsi.net
[1] http://www.aborsi.net
[2] Khoirudin Nasution, pengantar
studi islam,(yogyakarta:ACAdeMIA+TAZZAFA,2009), hlm. 240
[3] Munawar Khalil, Hand Out
Masail Fiqh Abortus Dalam Kajian Hukum Islam, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan. hlm slide. 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar