MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM II
A.
Pengertian Tarikh
Tasyik Islam
Tarikh tasyri’ adalah dua term
terdiri dari tarikh, yang berarti sejarah dan tasyri’ yang berarti penetapan
hukum. Dengan demikian tarikh tasyri’ al-Islami secara sederhana dapat difahami
sebagai sejarah penetapan suatu huku. Dari pengalaman itu para fuqaha
terkemudian dapat memahami siapa para mujtahidin itu dan bagaimana mereka
melakukan proses penetapan hukum relevansinya terhadap situasi dan kondisi
budaya yang melingkupinya. Secara literer tarikh tasyri’ juga dapat difahami
sebagai ilmu yang membahas tentang keadaan fiqih Islam pada masa kerasulan
(Nabi Muhammad SAW) dan masa-masa sesudahnya, dimana masa-masa itu dapat
menolong dalam pembentukan hukum, dan dapat menjelaskan hukum yang tiba-tiba
datang, baik terdiri dari nasakh, takhsis, dan sebagainya, maupun membahas
tentang keadaan para fuqaha dan mujtahidin serta hasil karya mereka dalam menyikapi
hukum tersebut.
Dengan demikian, pada hakikatnya
tarikh tasyri’ tumbuh dan berkembang di masa Nabi SAW sendiri karena Nabi SAW
mempunyai wewenang untuk mentasyri’kan hukum dan berakhir dengan wafatnya Nabi
SAW. Dan dalam hal ini, nabi SAW berpegang kepada wahyu.
Para fuqaha, ahli-ahli fiqh,
hanyalah menerapkan kaidah-kaidah kulliyah, kaidah-kaidah yang umum meliputi
keseluruhan, kepada masalah-masalah juz-iyah, kejadian-kejadian yang detail
dengan mengistinbathkan, mengambil hukum dari nash-nash syara’, atau ruhnya, di
kala tidak terdapat nash-nashnya yang jelas. Ringkasnya tarikh tasyri’ merupakan
kata lain dari sejarah fiqh.
Secara umum, kaidah-kaidah syari’at
itu telah dikokohkan, ditegakkan asasnya dan disempurnakan pokok-pokoknya pada
zaman Nabi SAW. yang menjadi saksinya adalah firman Allah:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي و رضيت لكم الإسلام دينا
“ Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai
Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)
Nabi SAW bersabda: “ Aku tinggalkan
untukmu dua perkara, niscaya kamu tidak akan tersesat selagi kamu berpegang
pada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah nabi-Nya.”
Dari keterangan-keterangan di atas
jelaslah bahwa Nabi SAW tidak akan meninggalkan kehidupan ini kecuali setelah
menyempurnakan pembangunan syari’at. Adapun hukum setelah beliau wafat yang
ditetapkan melalui hasil ijtihad para sahabat dan tabi’in, pada hakikatnya
adalah perluasan terhadap kaidah-kaidah universal dan penyesuaian terhadap
peristiwa-peristiwa parsial yang baru muncul, serta merupakan hasil pengambilan
hukum-hukum dari nash yang dipahami mereka (sahabat dan tabi’in), dan qiyas
(analogi) terhadap nash dalam masalah yang tidak terdapat dalam nash. Jadi,
dengan demikian tidak ada sumber tasyri’ yang melebihi Al-Qur’an dan Sunnah tingkat
keuniversalannya, sekalipun sudah lama berlaku.
Namun demikian banyak para fuqaha
yang berbeda cara pandangnya dalam memahami ruang lingkup dan rentang tarikh
tasyri’. Ada beberapa pakar yang memahami tarikh tasyrik tidak hanya berhenti
pada era Rasul, melainkan proses sejarah penetapan hukum Islam sejak Rasul
hingga kini disebut sebagai fenomena tarikh tasyri’ dalam Islam.
B.
Ruang Lingkup Tarikh Tasyri’ Islam
Secara umum ruang lingkup kajian
tarikh tasyri’ hanya dibatasi pada keadaan perundang-undangan Islam dari
zaman-ke zaman dimulai dari zaman Rasul hingga zaman masa kini yang ditinjau
dari sudut pertumbuhan perundang-undangan Islam. Sementara itu menurut Kamil
Musa dalam al-Madkhal ila Tarikhi al-Tasyri’ al-Islami mengatakan bahwa ruang
lingkup tarikh tasyri’ tidak hanya terbatas pada sejarah pembentukan al-Qur’an
dan al-Sunnah, melainkan juga mencakup pemikiran, gagasan, dan ijtihad para
ulama pada kurun waktu tertentu. Secara spesifik ruang lingkup kajian tarikh
tasyri’ islami itu adalah sebagai berikut:
a.
Ibadah
Bab Ibadah
khusus berbicara tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Pembentukan hukumnya
bersumber pada nash-nash syariat langsung, oleh karena itu ketetapan hukum yang
berhubungan dengan lapangan ibadah ini bersifat abadi, tidak memerlukan
perubahan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat.\
b.
Hukum
Keluarga
Lapangan
pembahasan hukum keluarga adalah lebih luas daripada lapangan munakahat,
karena membahas masalah pernikahan, warisan, wasiat dan wakaf.
c.
Muamalat
Bab muamalat
berisi tentang hak-hak manusia dalam hubungannya dengan satu sama lain.
d. Jinayat atau hudud
Pembahasannya
meliputi aturan-aturan yang mengatur tata cara melindungi dan menjaga
keselamatan hak-hak dan kepentingan ketentraman manusai.
e.
Hukum
Kenegaraan
Hukum ini
membahas tentang hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya dalam berbagai
ruang kehidupan.
f.
Hukum
Internasional
Lapangan
pembahasan hukum internasional ini terdapat dua pembagian yang spesifik,
pertama berkenaan dengan hukum perdata Internasional, yaitu aturan-aturan yang
menerangkan hukum mana yang berlaku, dari dua hukum atau lebih. Kedua adalah hukum
publik Internasional, lapangan hukum ini mengatur antara Negara Islam dengan
Negara lain yang bukan dalam lapangan keperdataan.
C. PERIODE TARIKH TASYRIK ISLAM
Ulama membagi periode-periode yang dilalui hukum Islam. Setiap periode
mempunyai ciri khusus pada keadaan sosial kaum muslimin yang mana hal itu
mempunyai pengaruh signifikan dalam ijtihad dan fatwa mereka yang sampai kepada
saat ini. Periode-periode tersebut dibagi menjadi enam periode, antara lain:
1.
Tasyri’ pada masa
Rasulullah SAW.
Periode ini hanya berlangsung beberapa tahun saja, walaupun demikian
periode ini membawa pengaruh-pengaruh atau kesan-kesan yang besar dan penting sekali,
sebab pada periode ini sudah meninggalkan beberapa ketetapan hukum dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan juga sudah meninggalkan berbagai dasar atau pokok
tasyri’ yang menyeluruh, disamping sudah menunjuk berbagai sumber dan dalil
hukum yang digunakan untuk mengetahui hukum bagi suatu persoalan yang belum ada
ketetapan hukumnya.
Dengan demikian periode Rasul ini sudah meninggalkan dasar pembentukan
Undang-undang yang sempurna. Periode ini terdiri dari dua fase atau masa yang
masing-masing mempunyai corak yang berbeda-beda, yaitu :
a.
Fase Makkah
Fase pertama adalah Fase Makkah yakni semenjak Rasulullah masih menetap
di Makkah sampai beliau berhijrah ke Madinah. Dalam fase ini umat Islam masih
sedikit, masih lemah keadaannya dan belum bisa membentuk umat yang mempunyai
pemerintahan yang kuat. Oleh karena itu perhatian Rasulullah SAW hanya
dicurahkan kepada penyebaran da’wah untuk mengakui Allah serta berusaha
memalingkan perhatian manusia dari menyembah berhala dan patung.
b. Fase Madinah
Fase kedua adalah fase Madinah, yakni semenjak Rasulullah berhijrah ke
Madinah sampai beliau wafat. Pada fase ini Islam sudah kuat dan jumlah umat
islam pun bertambah banyak. Sudah terbentuk suatu umat yang sudah mempunyai suatu
pemerintahan.
Sumber tasyri’ pada periode ini dipegang sendiri oleh Rasulullah SAW.
Sedangkan sumber hukum pada periode Rasulullah adalah Al-Qur’an dan sunah
beliau sendiri.
2.
Tasyri’ pada masa
Sahabat atau al-Khulafaau al-Raasyiduun.
Periode ini dimulai sejak wafatnya Rasulullah SAW dan berakhir pada
pertengahan abad ke-2 Hijriah. Periode ini dinamakan dengan periode sahabat
dikarenakan otoritas tasyrik pada masa ini dipegang oleh para sahabat. Pada
saat itu para sahabat dihadapkan pada keadaan yang sukar dan masalah yang
besar. Hal ini terjadi karena kekuasaan islam sudah sangat meluas. Kaum
muslimin mendapatkan dirinya dihadapan kejadian dan peristiwa yang belum pernah
dialaminya sepanjang hidupnya. Peristiwa dan kejadian itu yang mendorong mereka
menyelidiki Al-qur’an dan As-sunnah Rasulullah untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang datang. Sementara kedua sumber hukum tersebut jelas tidak
menetapkan hukum setiap kejadian dan peristiwa yang telah dan akan
terjadi. Rasulullah menyediakan cara-cara berijtihad bagi mereka, melatih
dan meridlai mereka. Mereka mencurahkan kemampuannya dan bersemangat
mengeluarkan hukum permasalahan-permasalahan yang di hadapi.
Dalam periode inilah timbulnya penafsiran nash-nash yang diterima dari
rasul dan terbukalah pintu istinbat terhadap masalah-masalah yang tidak ada
nashnya yang jelas. Dalam periode ini Islam berkembang sangat luas mulai dari
Timur ke Barat serta Utara ke Selatan, meliputi : Irak, Syiria, Mesir, Afrika
dan lain-lain.
Para sahabat pada periode ini menafsirkan nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun Hadits, yang kemudian menjadi pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash tersebut. Selain Al-Qur’an dan Hadits, sumber hukum pada periode ini adlah Ijma’ dan Ar-ra’yu para sahabat.
Para sahabat pada periode ini menafsirkan nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun Hadits, yang kemudian menjadi pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash tersebut. Selain Al-Qur’an dan Hadits, sumber hukum pada periode ini adlah Ijma’ dan Ar-ra’yu para sahabat.
3.
Tasyri’ pada masa
sahabat kecil dan tabi’in.
Di akhir abad pertama, terdapat golongan tabi’in yang selalu menyertai
para sahabat yang mempunyai keahlian dalam bidang fatwa dan tasyri’. Dari para
sahabat itulah para tabi’in mempelajari Al-qur’an dan menerima riwayat hadits
serta bermacam-macam fatwa.
Sumber tasyri’ di masa ini ada empat macam :
Sumber tasyri’ di masa ini ada empat macam :
a.
Al-Qur’an
b.
Al-Hadist
c.
Al-Ijma’, dan
d. Al-Qiyas ( Al-Ijtihad dengan jalan qiyas atau dengan jalan istinbat yang lain )
Para Ulama mufti berhenti pada nash yang mereka peroleh di dalam Al-Qur’an
dan Sunnah. Mereka tidak beranjak lagi dari nash-nash itu. Apabila mereka tidak
mendapati di Al-Qur’an dan Hadist mengenai suatu peristiwa yang memerlukan
keputusan hukum, akan tetapi mereka mengetahui bahwa ulama salaf telah berijma’
mengenai hukum itu, merekapun mengamalkannya berdasarkan ijma’ ulama salaf
tersebut. Apabila mereka tidak mejumpai dalam nash dan ijma’, barulah mereka
berijtihad dan beristinbath.
4.
Tasyri’ pada masa
at-Baut Tabi’in
Kondisi hukum pada masa ini mulai berjalan pada kekuatan yang
komprehensif, melangkah dalam wilayah yang luas sehingga hukum hampir menjadi
kesatuan yang independen dalam keistimewaannya dan sempurna kematangannya dari
sebelumnya. Luas cakupannya dalam kesulitan dan tangkapannya, penyusun percerai
beraiannya, membantu perjuangan dalam menampakkan ketersembunyiannya dan
menguatkan kaidah-kaidahnya. Sehingga hukum Islam menjadi berjaya yang menfaat
bagi generasi berikutnya dan kaum muslimin tidak perlu bersusah payah dalam
memahami bagian-bagiannya atau menguatkan keumumannya.
Pada periode ini periode pertumbuhan kekuatan, kematangan pemikiran,
kehidupan ilmiah yang luas, pembahasan yang mendalam dan mengahasilkan,
keindahan fiqih, ijtihad mutlak. Pada masa ini dibukukan ilmu-ilmu Al-Qur’an,
Sunnah, Kalam, Bahasa, dan bermunculan ahli Qori’ ahli Hadist dan lain-lain.
Pembinaan hukum pada masa ini sudah menjadi cabang ilmu pengetahuan. Di
dalamnya lahir para fuqaha’ yang menjadi tumpuan taqlid keagamaan.
5.
Tasyri’ pada masa
tarjih
Pada periode ini wilayah kekuasaan islam telah terbagi-bagi dalam
beberapa bagian yang setiap bagian dipimpin oleh seorang gubernur (Amirul
Mukminin). Akibat pembagian ini umat islam tertimpa kelemahan dan kemerosotan
karena negara-negara ini saling berbantah-bantahan, banyak terjadi fitnah,
ujian berturut-turut, terputusnya berbagai sarana transportasi, permusuhan dan
perpecahan banyak terjadi. Meskipun Ulama dalam periode ini telah merintangi
dirinya dan menetapkannya agar mengikuti imam tertentu dalam penetapannya dan
fatwanya, ternyata mereka juga memiliki usaha-usaha yang agung yang dapat
mengangkat keadaannya dan meninggikan derajatnya. Karena mereka tidak berhenti
secara total dengan menghadapi batas taklid secara murni, tetapi mereka
mengumpulkan atsar-atsar, mentarjih riwayat-riwayat, mengeluarkan ilat-ilat
hukum, mengeluarkan problematika dari berbagai masalah dan cabang-cabang hukum.
Pada periode ini tidak ada mujtahid mustaqil dan usaha para ulama ketika
itu dapat diringkaskan pada tiga hal, yaitu : penta’lilan hokum-hukum, tarjih dan
dukungan terhadap madzhab.
6.
Tasyri’ pada masa
taqlid
Masa ini adalah lesunya himmah ulama untuk mencapai ijtihad mutlak dan
kembali kepada dasar tasyri’ yang asasi untuk mengeluarkan hukum-hukum dari
Al-Qur’an dan Sunnah dan mengistinbatkan hukum-hukum yang tak ada nashnya dari
sesuatu dalil syariat. Pada masa ini ulama membatasi diri dalam mengikuti cara
yang telah dibentangkan oleh para mujtahidin yang telah lalu. Pada masa ini
umat islam dipengaruhi oleh faktor-faktor politik dan pengaruh dari luar. Semua
pengaruh itu menolak kemerdekaan berfikir dan menyeretnya kepada taqlid,
menjadi pengikut madzhab-madzhab yang ada.
D. Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasyri’ AL-Islami
Dari beberapa penjelasan tentang tarikh tasyri’dapat diketahui bahwa
mempelajari tarikh tasyri’ mempunyai beberapa kegunaan antara lain :
1. mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hukum.
2. Mengetahui sumber-sumber hukum dan madzhab-madzhabnya serta mengungkap keistimewaan dan
tujuan-tujuannya.
3. Mengetahui kaum muslimin terdahulu dalam mengerahkan kemampuan
dan semangat mereka dalam mempertahankan syariat dan berusaha mengungkap
rahasia-rahasianya
4. Menyelidiki hukum dan hikmah-hikmahnya yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup manusia.
5. Mengetahui para fuqoha’, para mujtahid dan sejarah kehidupan
intelektual dalam kapasitasnya sebagai para pejuang dan pembela agama islam.
Itulah gambaran global kehidupan apabila tidak ada batasan-batasan dan
keterbukaan moral. Dengan tujuan ini, Allah menetapkan kelompok manusia sejak
dulu merasa butuh penetapan aturan yang dapat mengikat mereka dari perpecahan,
menyejahterakan kehidupan dan dapat menjaga keberlangsungan faktor-faktor
kebangkitan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ali As-Sayis, Sejarh Fikih
Islam, Pustaka Al-Kautsar Jakarta Cetakan pertama 2003
Muhammad Zuhri, Terjemah Tarikh
Tasyri’ Al-Islami, Darul Ihya’ Semarang 1980
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, PT. Pustaka Rizki Putra Semarang 1997
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, PT. Pustaka Rizki Putra Semarang 1997
Abdul Fatah, Zulkifli, Tarikh
Tasyri’ 1, Gunung Jati Jakarta 1985
Muhammadiyah Dja’far, Pengantar Ilmu
Fiqih, Kalam Mulia Jakarta 1992
Abdul Wahhab Kholaf, Ringkasan
Sejarah Perundang-undangan Islam, Ramadani Solo 1974
Tidak ada komentar:
Posting Komentar