EQUALITY IN ISLAM
( PERSAMAAN (HAK) DALAM ISLAM)
Islam considers all human beings as equal. There is no differens between them because of their race, colour or tongue. All of them belong to one family and come from one origin.
(Islam menganggap semua manusia itu sama. Tidak ada perbedaan diantara mereka baik dari ras, warna(kulit) ataupun lidah( bahasa ). Semua berasal dari satu keluarga dan satu bangsa).
This was not the case before Islam came to the Arabian pennisula. Before Islam, each tribe considered its members to superior to those of other tribes, and this made life very difficult between them. They could not deal with each other properly, and they led a difficult life; there was severe fighthing almost continuously between the tribes of Arabia because of their attitude towards one other. Might was right, so the weak had practically no rights.
(Ini tidak terjadi sebelum Islam datang ke jazirah Arab. Sebelum Islam, setiap suku menganggapnya sejumlah keunggulan untuk suku lainnya, dan ini membuat hidup mereka menjadi sulit. Mereka tidak dapat memutuskan dengan suku tertentu lainnya, dan mereka menempuh hidup yang sulit; Banyak peperangan secara terus-menerus antara suku-suku Arab karena sikap mereka terhadap yang lain. Mungkin benar, jika kelemahan mempunyai kebiasaan yang tidak benar).
When Islam came, it was a long step towards correcting the attitudes of the Arab people, and making them aware of their brotherhood with others. The poorer people and the humbler ttribes were quick to follow the prophet because they saw in Islam a hop of leading a good life, for in Islam they heard something they had never heard before. The voice they heard gave them hope that people could live as aqual human beings.
(Ketika Islam datang, sepanjang langkah kebenaran sikap orang-orang Arab dan membuat mereka sadar akan persaudaraan dengan yang lain. Orang yang paling rendah dan sederhana cepat mengikuti Nabi SAW karena mereka melihat di dalam Islam sebuah harapan kepemimpinan hidup yang tenan, dalam Islam mereka mendengar sesuatu yang mereka tak pernah mendengar sebelumnya. Suara yang mereka dengarkan memberi mereka harapan bahwa orang bisa hidup sebagaimana manusia).
But at the same time, their accepting Islam was a reason for the leaders of the tribes to object to the call of the prophet, because it was hard for them to consider these weaker people as the brothers.
(Tetapi pada waktu yang sama, penerimaan Islam(keimanan) mereka adalah sebuah alasan bagi para pemimpin suku tersebut untuk objek seruan Nabi SAW, karena bersikeras untuk mereka untuk bersikap rendah hati seperti saudara-saudara mereka).
The prophet himself emphasized this by his actions and his behaviour, by treating all human beings as his equals, even his slaves.
(Nabi sendiri menekankan ini dengan tingkah laku dan perilakunya, dengan memandang semua manusia sama( kedudukannya ), sama budaknya).
There is an interesting story about this. It is that the prophet’s wife, khadija. Had a slave called Zaid, whom she gave to the prophet to help him with his personal affairs. The prophet treated him as his son, and youth never left he was a slave. According to the law of Arabia before Islam, when war broke out between two tribes the winner could take the women and children of the defeated tribe as slaves. Zaid had become a slave on one of these occasions, and he moved from one hand to another until finally he reached the hand of the prophet. His father and uncle were loooking for him every where. At the last they discovered that he was in Mecca with the prophet Muhammad, and they went to Mecca and asked The Prophet to return Zaid to them.
( Ada cerita menarik tentang ini. Ini berhubungan dengan istri Nabi SAW yaitu khadija, yang mempunyai seorang budak bernama Zaid, yang mana khadija memberikan kepada Nabi untuk menolongnya dengan urusan pribadinya sendiri. Nabi menganggapnya seperti anaknya, dan tak pernah menganggap dia sebagai budak. Menurut UU Arab sebelum Islam, ketika perang terjadi antara dua suku pemenang dapat mengambil perempuan dan anak-anak dari suku yang kalah sebagai budak. Zaid telah menjadi budak salah seorang dari kesempatan ini, dan pindah darri satu tangan ke tangan lain sampai dia mengabdikan diri kepada Nabi. Ayah dan pamannya mencarunya kemana-mana. Terakhir mereka menemukan bahwa dia berada di Mekkah dengan Nabi Muhammadd, dan mereka pergi ke Mekkah dan meminta Nabi untuk mengembalikan Zaid kepada mereka).
They offered the prophet whatever he wanted as exchange for the boy. When the prophet heard this, he called Zaid to him and said: “ This is your father, and this your uncle”.
( Mereka menawarkan kepada Nabi apa saja yang Nabi inginkan sebagai penukaran anak tersebut. Ketika Nabi mendengar ini, Nabi memanggil Zaid dan berkata: “ ini ayahmu dan ini pamanmu”.)
Zaid recognized them, and said he knew who they were. The prophet said:” If you want to go with them, you are free to go, and if you want to stay, you are welcome to stay.’’ The prophet left the choice with the boy, what zaid answered astonished his father and his uncle : zaid refused to go with them, and said to prophet : “ I will never prefer anyone to you, not even my father.”
( Zaid mengakui mereka dan berkata dia kenal siapa mereka. Nabi SAW bersabda:” jika kamu ingin pergi dengan mereka silahkan, dan jika kamu tetap tinggal disini, silahkan”. Nabi menyerahkan pilihan dengan anak tersebut, betapa jawaban Zaid mengejutkan ayah dan pamannya; Zaid menolak pergi denggan mereka, dan berkata kepada Nabi:” Saya tidak akan meninggalkan beliyau sendirian, tidak juga ayahku”.)
His father and uncle were surprised and annoyed, and said : “ What are you saying, Zaid, do you prefer slavery to freedom ?”
( Ayah dan pamannya terkejut dan kecewa:” Apa yang kamu katakan, Zaid, apa kamu lebih suka menjadi budak dari pada bebas?”)
“No,” said Zaid,” but there is no one who could treat me like the prophet treats me!”
( tidak.” Kata Zaid”.tapi tak ada seorangpun yang dapat merawatku seperti Nabi merawatku!”)
When the prophet saw that, he want to pleased the father and uncle of Zaid, and he went out the public and announced that Zaid was not his slave, but his son. This shows us the new system the prophet introduced among Arabic people, with equality for each man, no matter what his tribe or colour.
( Ketika Nabi melihat itu, Beliyau ingin menyenangkan ayah dan paman Zaid, dan dia mengumumkan bahwa Zaid bukanlah budaknya, tetapi anaknya. Ini menunjukkan pada sistem baru Nabi SAW mengenalkan kepada masyarakat Arab, dengan persamaan ( hak ) setiap orang, tak ada permasalahan baik suku ataupun warna(kulit).)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar