15 November 2011

DIKOTOMI DALAM ISLAM



DIKOTOMI DALAM ISLAM

A. PENDAHULUAN
Persoalan dikotomi merupakan persoalan yang hangat dibicarakan, hal ini merupakan warisan pemerintah kolonial belanba. Akhirnya terjadi pemisahan antara sekolah-sekolah umum dengan sekolah Agama sehingga pendidikan umum terus berkembang dengan bebas tanpa dibatasi oleh kaedah-kaedah Agama. Sedangkan sekolah-sekolah agama terkesan berpendidikan rendah, ber IQ rendah dan tidak mau menerima kemajuan teknologi. Untuk itu diperlukan keterpaduan antara ilmu dan agama, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilandasi oleh keimanan kepada Allah SWT. Kita harus bisa menempatkan ilmu dan agama sesuai pada. tempatnya. Adakalanya hal-hal yang tidak bisa dipelajari dengan akal (hanya bisa dipelajari dengan wahyu) dan sebaliknya kita tak bisa menggunakan wahyu dalam hal-hal keduniaan (yang membutuhkan akal untuk mempelajarinya).

Dalam hal ini diperlukan peran serta departemen agama dalam pendidikan Islam yaitu dengan memasukkan pelajaran agama pada sekolah umu dan memasukkan pelajaran umum pada sekolah-sekolah agama. Arus kemajuan teknologi semakin maju yang terkadang menyeret manusia sampai terjerumus dan melampaui batas. Oleh karena itu diperlukan agama untuk mengendalikan pemikir manusia dalam mengembangkan teknologi. Manusia bebas berfikir tapi harus tetap berialan sesuai ajaran agama. Agama tidak menentang ilmu tapi menentang penyalahgunaan ilmu dan teknologi. Dengan dasar kesalehan ilmu pengetahuan dapat terus berkembang dan memberi manfaat pada umat manusia tetapi semuanya tetap disandarkan pada Allah (kebenaran mutlak dari Allah) kebenaran manusia ialah kebenaran yang relatif. Tugas menusia tidak hanya menerima kemajuan teknologi dan budaya tapi manusia harus mampu meyaring berbagai ilmu dan teknologi yang diterimanya, agar pendidikan Islam dapat terus terlaksana dengan baik.

DIKOTOMI PENDIDIKAN ISLAM
A. Akar Dikotomi Pendidikan
Persoalan dikotomi adalah persoalan yang selalu hangat untuk dipersoalkan yaitu pemisahan antara ilmu dan agama. Menurut Dr. Mochtar Naim dikotomi pendidikan adalah penyebab utama dari kesenjangan pendidikan di Indonesia dengan segala akibat yang ditimbulkannya.

Dikotomi pendidikan umum dan pendidikan agama ialah warisan dari zaman kolonial belanda, karena anak-anak yang bisa masuk sekolah belanda sebelum kemerdekaan hanya 6% dan terbatas bagi anak-anak kaum bangsawan dan saudagar, maka anak-anak orang Islam memilih Madrasah atau Pondok Pesantren, yang memang sudah ada sebelum munculnya sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial belanda. Karena tekanan politik pemerintah kolonial, maka sekolah-sekolah agama Islam memisah diri dan terkontak dalam kubu tersendiri.

Setelah kemerdekaan, dualisme yang diwariskan pemerintah colonial Belanda tetap mengakar dalam dunia pendidikan kita. Pandangan beberapa ppejabat yang menangani bidang pendidihan yang kurang menghargai sekolah-sekolah Islam mendorong sebagian nimpin dan pengelola sekolah tersebut berpegang pada sikap semula : berdiri di kutub yang berbeda dengan sekolah Umum. Oleh karena itu keikutsertaan Departemen Agama dalam menangani sekolah-seklah agama sangat diperlukan. Sebab kalau tidak sekolah-sekolah akan berjalan dengan arahnya sendiri-sendiri. Denga tugas dan fungsinya dibidang pendidikann, Departemen agama telah mengemban konsep konpergensi yaitu satu pihak memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum sekolah agama.

Kemudian dikeluarkan surat keputusan menteri pendidikan, mentri agama dan mendagri tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah juga menjadi usaha untuk menghilangkan dikotomi pendidikan di Indonesia. Walaupun secara kelembagaan berjalan terus.

B. Akibat dan Dampak Negatif dari Dikotomi Pendidikan Islam
1. Anti agama telah dipersempit yaitu sejauh yang berkaitan dengan aspek teologi Islam yang diajarkan disekolah-sekolah agama selama ini.
2. Sekolah agama telah terkotak dalam kubu tersendiri
3. Sumber masukan sekolah agama dan perguruan tinggi Agama Islam rata­-rata ber IQ rendah, maka mutu tamatannya adalah tergolong kelas dua.
4. Kegiatan keagamaan dan api keislaman di IAIN dan perguruan Agama Islam kurang menonjol dan kurang dirasakan dibandingkan dengan perguruan tinggi umum.

C. Hubungan Antara Ilmu dan Agama
Menurut Dr Mochtar Muin ilmu adalah alat yang diberikan kepada manusia untuk mengetahui dan mengenal rahasia-rahasia alam ciptaan Tuhan yang dengan itu mereka bisa memeliharanya dengan sebaik-sebaiknya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Ilmu apa saja jika diletakkan dalam misi itu akan menjadi islami yaitu wujud dan muara dari keseluruhan kegiatan dalam rangka pengabdian total kepada Allah. Hubungan antara ilmu dan agama ialah suatu pemikiran manusia terhadap kebenran hakiki Allah, melalui fenomena qauniyah dan fenomena aqliyah yang berkembang terus menerus. Inti pemahaman hubungan tersebut ialah keimanan dan ketundukan mutlak manusia kepada Allah yang tercermin dalam sikap dan prilaku:

1. Kebenaran Mutlak (al-haq) hanya kepada Allah semata dan kebenaran yang dicapai manusia (dengan qauniyah atau naqliyah) hanya kebenaran relatif
2. Keyakinan akan tiadanya pertentangan antara ilmu dan agama karena keduanya berasal dari sumber yang sama
3. Kesadaran bahwa ilmu bukan satu-satunya sumber kebenaran dan bukan satu-satunya jalan pemecahan bagi problema kehiduapan manusia.

Arus perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju dan mengahasilkan berbagai macam teknologi modern. Namun jika kemoderenan itu tanpa etika agama dan bimbingan moral serta keimanan kepada Allah, maka kemoderenan itu justru akan membawa kita pada kehiduapan yang tebih tidak bahagia, kacau dan sengsara. Kita harus menjadikan agama untuk mengendalikan dan membimbing prilaku mereka dalam pencarian pengetahuan. Kebutuhan (akan agama) jangan merintangi kemajuan ilmiah justru sebaliknya harus mendorong kemajuan ilmiah.

Kita tidak harus melakukan pembatasan-pembatasan terhadap kegiatan para ilmuwan yang kian mengahambat pemikiran-pemikiran mereka, selama agama selalu menekankan kewajiban manusia mencari pengetahuan tentang alam semesta guna meningkatkan kemampuan dan meraih keuntungan yang lebih besar dari lingkungannya. Agama Islam tidak menentang ilmu, tetapi menentang penyalahgunaan ilmu den teknologi.

Suatu masyarakan yang dibimbing oleh nial-nilai etika dan tradisi besar Islam, dapat menghasilkan ilmu yang dapat memuaskan seluruh manusia. Ilmu dapat mengahsilkan teknologi yang tidak begitu merusak lingkungan manusia juga tidak didorong oleh keinginan akan keuntungan material dan lebih menunjukkan kepeduliannya pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang terbimbing oleh wahyu. Oleh karena itu, system pendidikan yang dilandasi Islan sangat diperluka untuk menjawab semua persoalan yang menjadi kebutuhan masyarakat umum.

Para ilmuan kita harus melibatkan diri dalam mengkaji ulang ilmu dan budaya-budaya barat yang masuk, kesemuanya harus tetap sejalan dengan ajaran agama Islam. Dengan demikian pendidikan Islam mepunyai makna yang berarti dalam sistem pendidikan modern.

Hubungan yang panjang antara dunia muslim dengan dunia barat dalam bidang studi-studi ilmiah, sejauh pengamatan kita pendidikan muslim mengahasilkan tenaga ahli, tetapi bukan ilmuwan, tenaga tekhnik tapi bukan penemu. Hal ini meyebabkan ilmuwan kita tidak berpartisifasi penuh.

Tugas mengkaji dan meneliti ulang ilmu bukan hanya Tugas para ilmuan kita. Para sarjana Islam juga punya tangungjawab dalam hal ini. mereka harus paham dengan prinsip-prinsip ilmu dan metode penelitian yang di gunakan para ilmuwan. Dengan begitu mereka dapat memeriksa ilmu dari pengertian keimanan kita dan memberi daya pendorong pengetahuan dan kemajuan ilmiah manurut ketentuan dan semangat agama kita.

Masyarakat kita membutuhkan keserasian antara pengetahuan dan kepercayaan (antara ilmu dan agama). Ketiadaan akan keserasian itu, ilmuwan kita dapat terus menyambung dengan ilmu pengetahuan dan keimanan (kesalehan). Ilmu pengetahuan yang didasari kesalehan harus menjadi pola pikir tiap orang serta menjadi semangat seluruh manusia. Manusia harus menarik garis tegas antara iman dan akal, antara ilmu dan agama. Manusia harus belajar untuk tidak menggunakan yang satu untuk meneliti yang lain Kita tidak boleh memakai kuping untuk melihat dan mata untuk mendengar. Kita harus menahan diri dari menggunakan akal dimana tempat yang sebenarnya hanya wahyu yang dapat diandalkan. Oleh karena itu, tidak ada permusuhan wahyu dengan akal, tidak terkandung maksud ilmu menentang agama atau agama menjajah ilmu. Tujuannya ialah agar ilmu di bawah pengayoman ilmu, agama dapat berfungsi sebagai keseluruhan aural ibada. Sebab dalam Islam, salah satu amal ibadah yang tinggi nilainya ialah mencanri ilmu pengetahuan.

Sekali kita dapat mencapai kecocokan (persetujuan) dengan ilmu dan membawanya ketingkat iman kita, maka akan terjadi keselarasan dalam masayarakat kita dan juga dalam keselarasan dalam sistem pendidikan kita serta tempat pendidikan agama akan kokoh dalam sistem pendidikan kita, sehingga kekuasaan manusia untuk mengendalikan lingkungan tidak dilakuakn sebagai perlawanan terhadap pencipta dan kepercayaan seagama tidak dipandang sebagai keterbelakangan budaya.

Untuk memulainya, sekolah-sekolah dan universitas-universitas harus berusaha menanamkan prinsip-prinsip dasar keimanan dalam hati sanubari murid-muridnya. Guru harus menjadi teladan bagi murid dalam hal ketaatan pada hukum dan kesetiaannya pada tingkah laku yang berakhlak. Agama dapat menjadi ilham untuk menjaminnya agar tidak keluar jalur atau menyalahgunakan ilmu untuk menggeser wilayah agama. Pengetahuan agama menempati tempat pokok dalam sistem pendidikan Islam dan pendidikan ilmiah harus diberikan tenpat dan waktu dengan sebaik-baiknya.

PENUTUP
Pemisahan antara ilmu dan agama merupakan warisan dari zaman kolonial belanda. Pemisahan atara imu dan agama sudah melekat pada manusia Indonesia. Oleh karena itu diperlukan keterpaduan hubungan antara ilmu dan agama. Hal ini rnenuntut peran serta Departemen Agama yaitu dengan memasukkan pendidikan agama kedalam kurikulum pendidikan umum dan pelajaran umum pada sekolah-sekolah agama.

Ilmu dan agama mempunyai hubungan yang erat, keduanya tak bisa dipisahkan dan saling melengkapi. Manusia bebas menuntut ilmu dan mengembangkan teknologi tetapi semua itu harus dibatasi oleh agama. Jangan sampai ilmu pengetahuan dan teknologi justru menjerumuskan manusia. Tingginya ilmu yang dilandasi oleh keimanan dan kesalehan akan mengasilkan teknologi yang amat bermanfaat bagi umat manusia dan menjadi suatu amal yang bernilai tinggi disisi Allah. Kemampuan manusia dalam mengendalikan lingkungan tidak dilakukan sebagai perlawanan terhadap sang pencipra, tetapi semua didasarkan keyakinan bahwa segala sesuatu disandarkan kepada Allah, Allah ialah sumber segala ilmu. Dan Tugas maanusia mencari kebenaran atau ilmu pengetahuan dibalik semua ciptaan Allah (rahasia yang terkandung didalamnya).

DAFTAR PUSTAKA

Fadjar Abdullah Drs, Msc, Peradaban dan Pendidikan Islam, Jakarta, Rajawali Pres, 1991
Jendral Derektur, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Departemen Agama, 2001
Ma’arif A Syafi’i dkk, Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta, Yogyakarta, PT. Tiara Wancara Yogya, 1991
Uhbiyati Nur Dra, Ilmu Pendidikan, Semarang, Reneka Cipta, 1991
Saridjo Marwan, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta, CV Amissco, 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My New Style

My New Style

My Family

My Family
Miyya Kak Cintha and Family

Prambanan In Action

Prambanan In Action

Kakak Miya

Kakak Miya

PKN STAIMUS 2013

PKN STAIMUS 2013
Mahasiswa PKN dan Peserta Lomba TPQ

PKN 2013 STAIMUS

PKN 2013 STAIMUS


Entri Populer